100kpj – Sama halnya seperti manusia, produk juga tak bisa dipisahkan dari stigma. Hal itu telah menghantui perusahaan China sejak lama. Bahkan, dalam tulisan David Volodzko berjudul How 'Made in China' Became a Stigma yang dimuat The Diplomat, ia memaparkan, bagaimana produk buatan Negeri Tirai Bambu selalu dipandang sebelah mata.
David mencontohkan bagaimana skandal susu yang terjadi pada 2008 silam, insektisida dalam pangsit, telur yang tercemar melamin, urea dalam kacang panjang, beras plastik, hingga formaldehid dalam bir merusak reputasi produk China dan menjadi pengalaman buruk bagi konsumen pada masa lalu.
Bukan hanya makanan, hasil produksi China di sektor kendaraan juga sempat menerima stigma buruk dari konsumen di dunia. Kolumnis otomotif Forbes, Michael J. Dunne sampai menulis, bahwa selama 25 tahun tinggal di sana, yang dia tahu hanya orang-orang kepepet saja yang membeli dan menggunakan mobil buatan dalam negeri.
Namun, layaknya manusia pula, industri otomotif di China terus bertumbuh dan mengalami pergeseran nilai. Kini, ‘harga murah’ bukan menjadi satu-satunya hal yang mereka tawarkan. Lebih jauh dari itu, perusahaan roda empat asal China mulai mengedepankan mutu dan kualitas demi tercapainya transaksi berulang dari para konsumen yang puas.
Strategi tersebut agaknya menuai hasil. Perlahan namun pasti, dinding stigma yang sejak lama mengurung mereka, kini mulai runtuh. Kepada China Daily, Presiden Society of Automotive Engineers of China (SAEC) Fu Yuwu mengatakan bahwa industri otomotif negaranya berhasil tumbuh dari industri kecil menjadi besar, dan berkembang menjadi industri yang kokoh.
Dari banyaknya merek roda empat asal China, salah satu yang paling menonjol adalah Wuling Motors. Bahkan, sebelum masuk ke pasar Indonesia, mereka sempat dihadiahi penghargaan prestisius, yakni “China’s well-known trademark” dari Trademark Office of the State Administration of Industry and Commerce pada 2014.