"Covid-19 ini berdampak pada semua aspek, baik politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan dan keamanan serta kesejahteraan masyarakat sehingga segala kebijakan negara dan pemerintah hakikatnya wajib berdasar pada paradigma serta nuansa kedaruratan serta keadaan bahaya, jangan lagi membuat kebijakan yang konvensional serta normal," kata dia.
Sebelumnya, Permenhub dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 seakan membantah Permenkes Nomor 9/2002 tentang pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan DKI Jakarta sebelumnya. Dalam aturan PSBB di Jakarta memuat larangan pengemudi ojek pangkalan dan ojek online untuk mengangkut penumpang dan hanya boleh mengangkut barang.
Namun, dalam Permenhub No.18/2020 salah satunya poinnya justru masih memperbolehkan pengemudi ojek untuk mengangkut penumpang di kawasan yang ditetapkan sebagai wilayah PSBB.
"Permenhub tersebut adalah produk perundang-undangan yang dibuat tidak berdasar pada mandat hukum dalam konteks kedaruratan kesehatan," kata Fahri.
Fahri menuturkan Permenhub itu tidak diperintahkan secara langsung oleh perundang-undangan di atasnya seperti UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan maupun PP RI No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB terkait percepatan penaganan Covid-19. Dia mengatakan jika memang Menteri Perhubungan ingin membuat produk regulasi yang demikian, idealnya mengakomodir serta wajib untuk sejalan dengan peraturan perundang-undangan horizontal-sektoral yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai “leading sector” dalam penanganan Covid-19 dan penerapan PSBB ini.
"Jadi Menteri Perhubungan Ad Interim jangan membuat norma serta pranata baru yang sifatnya “contra legem” sehingga ini sangat berimplikasi secara mendasar pada visi penyelesaian penanganan Covid-19 pada tingkat yang lebih teknis," kata dia lagi.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri bersama dengan Polda Metro, juga Kodam Jaya, akan menegakkan aturan ojek tidak boleh membawa penumpang di masa PSBB. Menurut Anies yang juga mantan Mendikbud ini, DKI, pada akhirnya merujuk kepada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 untuk mengatur operasional ojek, termasuk ojek online (ojol).