Dalam kecepatan tinggi pun motor tetap stabil, dan minim limbung. Kelemahannya adalah pada putaran bawah mesin kurang responsif. Awalnya kami pikir karena pengaruh dari fitur pengendalian traksi atau HSTC, karena biasanya saat fitur itu menyala respon mesin dari rpm rendah kurang maksimal. Tapi setelah kami matikan fitur HSTC tersebut, ternyata karakter mesin Forza memang terasa smooth dari kondisi diam hingga berjalan. Agresifitas mesin baru terasa saat memasuki kecepatan 40 km/jam dan seterusnya.
Kami merasakan kecacatan cukup fatal yang seharusnya tidak dialami motor seharga Rp80 jutaan. Ya, ketika baru mengeluarkan motor tersebut dari markasnya di kawasan Sunter, kami merasakan gredek pada bagian CVT sama seperti halnya PCX 150.
Gredek itu timbul saat motor baru mulai berjalan, namun sampai kecepatan 18 km/jam sudah hilang, bahkan terkadang menimbulkan bunyi berdecit. Rasanya seperti kampas ganda sudah kotor, dan rasa gredek sempat terasa parah seperti roller CVT yang sudah peyang.
Mungkin motor tersebut tidak dalam kondisi prima, karena statusnya sebagai unit test untuk media-media. Meski sesekali kami merasakan gredek dari kompartemen transmisinya itu hilang, baik dalam kondisi mesin panas atau dingin.
Soal konsumsi bahan bakar, bukan merek Honda kalau tidak bisa membuat motor irit. Sebab, untuk rute dalam kota Forza hanya meminum bensin satu liter untuk menempuh jarak 27,5 kilometer. Sedangkan di luar kota tentu lebih irit, yaitu 29,7 km/liter.