Ada beberapa brand yang berhak mendapatkan keringanan tersebut, diantaranya produk BYD, dan VinFas. Kedua merek pendatang baru itu untuk tahap awal memanfaatkan insentif CBU sebelum produknya diproduksi lokal.
Sementara bagi mobil hybrid sampai saat ini masih masih menjadi anak tiri, karena tidak ada subsidi khusus yang diberikan pemerintah. Keringanan pajaknya masih dalam bentuk seberapa rendah emisi yang dihasilkan.
Berbeda dengan negara lain, seperti halnya Thailand yang memberikan kemudahan bagi mobil-mobil hyrid. Maka tidak heran jika penjualan kendaraan dengan dua sumber penggerak itu sangat menjanjikan di negeri gajah putih.
Padahal di pasar Indonesia ada cukup banyak brand yang menawarkan teknologi hybrid, seperti halnya Toyota melalui Kijang Innova Zenix, Yaris Cross, Alphard, Vellfire, Corolla Cross, dan lain-lain.
Kemudian ada Mitsubishi Outlander PHEV yang sempat dijual Mitsubishi Motors di RI, lalu Nissan Kick e-Power, Wuling Almaz Hybrid, Honda CR-V e:HEV, dan masih banyak lagi, termasuk mild-hybrid layiknya Grand Vitara, dan Ertiga.
Mobil-mobil yang menggabungkan mesin berbahan bakar dengan motor listrik itu masih tergolong mahal, karena tidak ada insentif khusus. Lantas gimana proyeksi ke depan aturan soal teknologi tersebut?
“Belum ada update, kalau di peraturannya belum ada. Kita bicara instrumennya, aturan memang belum ada. Pemerintah baru ada Perpres 55, dan ada perubahan Perpres (Peraturan Presiden) dan Inpres (Intruksi Presiden) nomor 7,” ujar Moeldoko di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa 20 Februari 2024.