Untuk menuju kaki Gunung Merapi itu, kami melewati jalan menanjak, dan turunan terjal dengan permukaan aspal, dengan sedikit bebatuan. Jalan serupa juga kami lalui di hari kedua saat menuju Candi Ratu Boko.
Torsi dari putaran bawah dari mesin barunya itu mampu melahap tanjakan tanpa memberikan raungan mesin yang berlebihan, bahkan bisa lebih respnsif ketika tuas transmisi matik D-CVT (Dual Mode Continuously Variable Transmission) dipindahkan ke ‘S’.
Sementara saat turunan tajam, kami memindahkan transmisi matiknya ke ‘B’ agar meminimalisir kerja pengereman, dengan posisi gigi rendah itu secara otomatis mobil memberikan engine brake namun tetap halus.
Mengingat mobil perkotaan di kelas LCGC (Low Cost Green Car) itu sudah mampu melewati jalanan ekstrim yang bukan habitatnya, maka untuk jalan di dalam kota bisa dibayangkan akseslerasi mesin barunya itu.
Meski mobil bermuatan 4 penumpang dengan bobot rata-rata 80 kilogram, belum termasuk barang bawaan di bagasi belakang, putaran mesin dari bawah responsif, dan nyaman digunakan untuk stop and go.
Untuk kecepatan 80 km per jam hanya membutuhkan 1.800-2.000 rpm secara konstan. Karena Ayla pakai transmisi matik yang menggabungkan sabuk baja dengan planetary gear maka ada sedikit tonjokan di putaran atas.