Asal Muasal Istilah Polisi Tidur
100kpj – Di lintasan jalan yang lengang, keberadaan polisi tidur atau speed bump sangat disarankan. Sebab, tanpa adanya undakan jalan tersebut, angka kecelakaan akibat kencangnya laju kendaraan terus alami peningkatan.
Pembuatan speed bump juga harus melalui pertimbangan matang. Mulai dari titik lengkungan, hingga jarak satu undakan ke undakan lainnya.
Dilansir dari Saga.co.uk, Senin 21 Oktober 2019, speed bump pertama kali diciptakan oleh para pekerja bangunan di New Jersey, Amerika Serikat, pada 1906 silam. Namun, kala itu bentuknya belum ideal, bahkan ketinggiannya mencapai lima inci atau 13 sentimeter. Sehingga kendaraan sulit sekali melaluinya.
Barulah pada 1950, pemenang nobel di bidang teori elektromagnetik, Arthur Holly Compton, menemukan rancangan ideal terkait speed bump. Lokasi pertama yang ia pasangkan speed bump adalah Universitas Washington, tempat di mana ia bekerja dan memulai penelitiannya.
Tiga tahun kemudian, atau pada pertengahan 1953, speed bump mulai diaplikasikan ke jalan-jalan umum. Saat itu, Compton menyebut temuannya itu sebagai traffic control bump.
Menariknya, tiap-tiap negara memiliki istilah sendiri untuk menyebut undakan jalan tersebut. Masyarakat Argentina menyebutnya lomos de burro atau punggung seekor keledai, di Puerto Rico disebut muerto atau jenazah yang berbaring. Sedang di Inggris, masyarakat menyebutnya sebagai sleeping police atau polisi yang tertidur.
Beberapa sumber menyebut, istilah yang digunakan masyarakat Inggris tersebut merujuk pada fungsi speed bump sebagai bagian dari pengaman jalan. Sehingga, siapapun yang menerabas kencang tanpa mengurangi kecepatan, dianggap melanggar aturan dan bisa ‘membangunkan’ polisi yang sedang berjaga.
Istilah polisi tidur akhirnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Hingga kemudian pada 1984, ahli linguistik bernama Abdul Chaer menjadikan ‘polisi tidur’ atau poldur sebagai idiom dari undakan di suatu jalan.
Barulah pada 2001, istilah tersebut diakui dalam KBBI edisi ketiga. Secara jelas, poldur memiliki arti: bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk menghambat laju kendaraan.
(Laporan: Septian Farhan Nurhuda)