Kemenkop UKM Minta Polisi Setop Razia Knalpot Aftermarket hingga Ada Regulasinya
100kpj – Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman meminta pihak kepolisian menghentikan sementara razia knalpot aftermarket. Sebab, saat ini belum ada regulasi yang jelas perihal knalpot brong ini.
Hanung juga menilai banyak knalpot aftermarket yang sudah memenuhi aturan yang ada. Pihaknya juga sedang menyusun regulasi yang mengatur knalpot aftermarket bersama Badan Standardisasi Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Perindustrian.
“Pertemuan ini mencari solusi untuk industri otomotif khususnya pembuat knalpot aftermarket yang saat ini banyak produk-produknya dioperasi (razia), bahkan industrinya didatangi oleh pihak penegak hukum padahal mereka sudah mengikuti ketentuan,” kata Hanung dikutip dari Antara, Senin 26 Februari 2024.
“Yang akan kami lakukan adalah melihat lagi regulasinya, menyempurnakan agar dalam pelaksanaannya ini punya pemahaman yang sama dengan aparat hukum. Selama regulasinya ini dikerjakan, kami berharap jangan dilakukan penindakan,” sambung dia.
Knalpot brong sendiri umumnya menghasilkan suara bising yang mengganggu dan tidak sesuai dengan regulasi batas kebisingan kendaraan. Batas baku tingkat kebisingan knalpot bermotor menurut peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan adalah 86 desibel (dB).
Dengan adanya razia knalpot brong belakangan ini oleh Kepolisian di berbagai daerah memberikan dampak besar bagi produsen knalpot lokal. Ketua dari Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) Asep Hendro, menyebut penjualan knalpot aftermarket buatan perajin lokal turun drastis hingga 80 persen.
“Ini (penjualan) sekarang sudah terjun bebas, bahkan sekarang penurunan penjualannya sudah 70–80 persen,” kata Asep di kantor Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Senin 26 Februari 2024.
Menurut catatan AKSI, penjualan knalpot aftermarket atau yang diproduksi bukan oleh pabrikan kendaraan asli, bisa mencapai 3.000 hingga 7.000 unit per hari dalam kondisi normal. Asep menyebut menurunnya penjualan sekarang ini juga mengancam keberlangsungan para pegawai di industri knalpot aftermarket.
AKSI saat ini mempunyai 20 merek knalpot lokal yang menyerap tenaga kerja hingga 15.000 orang. Jumlah ini bisa bertambah karena masih ada sekitar 300 perajin knalpot dan merek knalpot yang belum tergabung ke dalam asosiasi.
Apabila penjualan terus menurun, Asep menyatakan akan ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri knalpot ini. “Jika misalkan dalam jangka waktu tiga bulan ini (berlanjut), mungkin sudah berhenti bahkan bisa di-PHK (karyawannya),” lanjut Asep.