Tilang Manual Masih Diperlukan, Pengguna Jalan Punya 3 Sifat saat Berkendara
100kpj – Polisi lalu lintas memiliki sejumlah tugas, selain mengatur kondisi jalan raya, mereka juga memberikan edukasi, hingga teguran kepada pengguna jalan yang melanggar.
Untuk mentertibkan pelanggar lalu lintas umumnya polisi melakukan penilangan secara manual dengan memberikan pelanggar secarik kertas berwarna biru, atau merah.
Di dalam kertas tersebut, tertulis polisi yang menindak, pelanggaran yang dilakukan, dan denda maksimal berdasarkan undang-undang atas kesalahannya.
Seiring perkembangan zaman, proses tilang manual dihilangkan. Kini pergerakkan pengguna jalan, baik itu pengendara mobil, atau motor diawasi oleh kamera, atau disebut elekctronic traffic law enforcement (ETLE).
Jika pengendara itu melakukan kesalahan, akan terekam dalam tankapan kamera yang tersebar di beberapa titik, nantinya pelanggar akan menerima surat penilangan yang dikirim ke rumah masing-masing.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan instruksi larangan menggelar tilang manual. Tertuang dalam surat telegram nomor ST/2264/X/HUM3.4.5/2022 per 18 Oktober 2022.
Namun aturan baru tersebut kurang berjalan efektif, sebab jumlah pelanggar lalu lintas meningkat sejak tidak adanya pengawasan dari polisi di jalan raya, terlebih proses tilang manual yang dihapus.
Terlebih teknologi ETLE belum menyebar secara merata, atas dasar itulah Korlantas Polri menggelar rapat Anev dengan merangkul sejumlah pihak untuk mengkaji ulang kebijakan larangan penghapusan tilang manual.
Dirgakkum Korlantas Polri Brigjen Aan Suhanan mengatakan, banyak fenomena yang terlihat di internal Polri ada yang kurang percaya diri, ada yang tidak berani turun ke lapangan setelah aturan penghapusan tilang manual.
“Ini karena kurangnya memahami, sesungguhnya penegakan hukum tidak hanya tilang, ada patrol, dan gatur,” ujar Brigjen Pol Aan dikutip dari korlantas.polri.go.id, Kamis 15 Desember 2022.
Menurutnya petugas tetap perlu berada di jalan raya untuk mengatur lalu lintas bukan dibiarkan dengan mengandalkan kamera. Karena pengguna kendaraan itu punya 3 kriteria berdasarkan penemuan di lapangan.
Pertama ada masyarakat yang tetap melakukan pelanggaran meski ada petugas, kedua mereka akan patuh ketika ada petugas atau kamera ETLE. Yang ketiga, tanpa ada embel-embel tersebut tetap saja mematuhi aturan.
“Ini perlu kita treatment, kelompok ketiga secara kasar mata lebih dari 50 persen. Dilihat dari yang melanggar bahu jalan saat tol macet, tidak menggunakan helm, dan sebagainya,” tuturnya.
Menurut jenderal bintang satu itu setelah melakukam rapat, dan mengevaluasi terkait penghapusan tilang manual, nantinya akan memberikan masukan kepada Kapolri. Terlebih dalam diskusi itu ada masyarakat, dan pakar.
Pakar Transportasi dari Universitas Indonesia, Profesor Tri Tjahjono mengatakan, keberadaan ETLE sebuah keniscayaan karena lingkupnya masih kecil, dan terbatas, tidak dapat menangkap pelanggar lalu lintas secara luas.
“Karena saya mengkritisi ETLE maka tilang manual masih diperlukan. Tilang manual masih efektif, maka ekosistemnya harus dibentuk. Di mana bilan ekosistemnya belum dibentuk, dan belum berskala nasional, maka tilang manual masih tetap diberlakukan,” kata Tjahjono.