Pengamat: Pajak Nol Persen Tidak Mungkin, Jangan Tunda Beli Mobil
100kpj – Serangan dari virus corona memang telah berhasil membuat dampak pada banyak bidang usaha, termasuk bisinis otomotif karena semenjak virus yang berasaldari Wuhan, China ini menyerang Indonesia, penjualan mobil baru mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun lalu.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo), penjualan mobil secara nasional dari diler ke konsumen 364.034 unit di Januari sampai Agustus 2020. Sedangkan tahun lalu dalam periode yang sama 675.826 unit.
Agar bisnis di dunia otomotif bangkit kembali, setelah dihajar oleh virus corona yang mulai menyerang Indonesia dari awal bulan Maret 2020 lalu, Kementerian Perindustrian telah mengusulkan pajak nol persen, agar penjualan mobil kembali meningkat. Wacana tersebut juga sudah diserahkan kepada Kementerian Keuangan.
“Kemenperin sudah mengusulkan kepada Kemenkeu untuk relaksasi pajak mobil baru nol persen, sampai bulan Desember 2020,” ujar Staf Khusus Menperin, Neil Iskandar dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan masih belum bisa memutuskan pembebasan pajak atas mobil. Pajak mobil nol persen itu sebelumnya diusulkan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.
Kepala BKF Febrio Kacaribu menjelaskan, itu disebabkan Kementerian Keuangan masih melakukan perhitungan mendalam untuk melihat bagaimana dampak pengurangan pajak itu terhadap ekonomi.
"Belum diputuskan, kita masih terus hitung. Kita masih harus lihat seluruh sudut pandangnya berapa besar yang kita bisa berikan," kata Febrio yang dikutip dari Viva, Minggu, 4 Oktober 2020.
Nah, karena keputusannya belum keluar sehingga wacana relaksasi pajak mobil baru nol persen, justru seolah menjadi bumerang bagi industri otomotif di Indonesia, karena banyak pihak yang akhirnya menunda melakukan pembelian mobil.
"Ketika ada isu ini, siapa sih yang tidak ingin mendapat potongan. Nah, susahnya dapat isunya tidak detail. Membuat kesimpulan sendiri, itu yang beredar di masyarakat yang tahu sebuah kendaraan yang sejak masuk ke republik ini, dengan ada banyak pajak yang dikandungnya besarnya hampir 40% sampai di garasi kita, ketika itu dibuat kesimpulan sendiri apa yang terjadi? Waduh mobil yang harganya Rp250 juta, tinggal Rp150 juta," ungkap Bebin Djuanda, Pengamat Otomotif yang dikutip dari YouTube Channel tvOneNews.
Lebih lanjut Bebin menjelaskan bahwa dirinya sangat mengerti tujuan dari pemerintah itu positif, bahwa dengan adanya relaksasi pajak ini memberikan rangsangan kepada masyarakat untuk membeli kendaraan.
"Sekarang kenapa kok diusahakan seperti itu? agar roda industrinya jalan, supaya tidak terjadi PHK. Kalau kita berbicara volume yang besar itu adanya di pasar mobil yang harganya dibawah Rp200 juta, sementara untuk pasar mobil midle up itu daya belinya masih ada, tetapi dengar isu itu akhirnya mereka membuat kesimpulan saya tunggu saja deh, nanti ada potongan. Padahal belum jelas potongannya di mana, dan ini masih berupa wacana belum menjadi keputusan," beber Bebin.
Bebin juga menjelaskan pemerintah butuh biaya besar menghadapi pandemi ini, sehingga bicara nol persen tidak mungkin terjadi. "Saya mendengar malah sekarang dilemparkan ke pemda-pemda, pendapatan mau gak dikurangi seperti STNK, BBN tapi itu kan tidak dinolkan," kata Bebin.
Jadi tadinya pemerintah mau membela industri otomotif, tapi sekarang malah industri otomotif yang dikorbankan, sehingga Bebin mengungkap ini bumerang karena showroomnya jadi dingin.
"Saya katakan ketika calon konsumen sudah memegang anggaran, lakukan pembelian sekarang karena tidak mungkin pajak itu dipotong habis. Berapa sih yang mau dipotong? Kira-kira sama dengan diskon yang ada akhir-akhir ini kok, dan pemerintah segara lah memeberikan kebijakan yang sejelas mungkin sehingga masyarakat tahu mobil yang dipilih ini oh turunnya sekian, jangan mimpi harga mobil tinggal separo," pungkas Bebin.
Baca juga: Heboh Pajak Mobil 0%, Padahal Kemenkeu Baru Melakukan Hal Ini