Kendaraan Listrik Jadi Solusi Atasi Polusi Udara yang Kian Mencemaskan
100kpj – Di tengah kendaraan yang terus meningkatkan di jalanan, tentunya akan berdampak pada polusi udara. Maka itu, penggunaan kendaraan listrik diyakini jadi salah satu cara mengurangi dampak polusi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.
Berdasarkan hasil studi yang ada, sektor transportasi menyumbang 70-80 persen polusi udara di daerah perkotaan dan ini sudah sangat mencemaskan. Hal tersebut disampaikan oleh Clean Energy Specialist & Idoan Marciano, Energy and Electric Vehicles Technology Specialist, Institute for Essential Services Reform (IESR), Julius C Adiatma.
"Kualitas udara yang buruk ini mengakibatkan berkurangnya rata-rata usia harapan hidup di Indonesia sepanjang 1-2 tahun," kata Julius seperti dikutip dari Antara, Minggu 30 Agustus 2020.
Lebih lanjut, dia menyatakan bila beberapa kualitas bahan bakar di Indonesia memang tidak baik. Bahkan ada yang memiliki kandungan sulfur sangat tinggi yang sangat polutif dan membahayakan kesehatan. Kendaraan listrik, menurut Julius, tidak akan menghasilkan polusi udara, sehingga sangat cocok untuk digunakan di daerah perkotaan di Indonesia.
Memang, kata dia, tidak mungkin mengganti semua kendaraan yang ada saat ini dengan kendaraan listrik dalam semalam. “Jadi, sepanjang proses peralihan itu, yang bisa memakan waktu belasan hingga puluhan tahun, pemerintah harus berani menerapkan aturan kualitas bahan bakar itu," katanya.
Sampai saat ini, yang memenuhi standar Euro 4 seperti dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah Pertamax Turbo. Julius mengatakan komitmen dan keinginan pemerintah untuk menciptakan udara bersih sudah ada.
Yang paling menonjol adalah dengan diterbitkannya Perpres No. 55/2019 yang memberikan landasan hukum bagi pengembangan kendaraan listrik, sekalipun peraturan turunan dari Perpres tersebut masih terbatas.
Memang sudah ada sejumlah aturan lain yang mendukung, misalnya ketentuan mengenai pemotongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). “Tapi aturan ini baru berlaku mulai 2021,” ujarnya.
Juga ada Permendagri tentang pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan listrik, namun keduanya juga masih membutuhkan peraturan implementasi dari Pemda. Untuk pemotongan BBNKB, Sejauh ini baru diterapkan di Jakarta dan Bali.
"Jadi, biarpun wacana mengenai kendaraan listrik ini sudah didengungkan sejak tahun lalu, sampai saat ini belum ada peraturan yang implementatif," katanya.
Selain itu, faktor kesiapan infrastruktur pengisian daya listrik juga harus mendapat perhatian dari pemerintah. Menurut dia, kalau hanya melihat dari rencana PLN saja, sangat tidak mencukupi untuk bisa mencapai target penjualan kendaraan listrik sebesar 20 persen di 2025.
Lembaganya menghitung bahwa idealnya pada tahun 2025 tersebut sudah tersedia sedikitnya 100.000 unit stasiun pengisian daya listrik umum (SPLU) di seluruh Indonesia. Julius juga mengingatkan, perlunya untuk mulai mengatur standar efisiensi kendaraan bermotor, karena sampai sekarang Indonesia belum punya standarnya.
Sementara sebagian besar negara lain sudah menerapkan itu. Bisa juga ditambah dengan labeling efisiensi kendaraan, supaya pembeli juga bisa memilih kendaraan yang lebih efisien. “Sebab, di Rencana Umum Energi Nasional atau RUEN juga sudah ada mandat untuk menyusun aturan itu,” katanya.