Transportasi Dibuka Jelang Mudik, Logika Pemerintah Dipertanyakan
100kpj – Keputusan Menteri perhubungan, Budi Karya Sumadi, kembali membuka jalur transportasi mendapat sorotan dari Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya. Menurutnya, kebijakan tersebut keliru alias tak sesuai dengan logika berpikir.
Sebab, kata dia, saat ini Ramadhan sudah memasuki pertengahan bulan. Biasanya, pada momen tersebut, arus mudik sedang tinggi-tingginya.
“Jelang masa puncak mudik, transportasi kok malah dibuka? Logikanya enggak nyambung sama sekali,” tulisnya melalui akun Twitter pribadi, dikutip Jumat 8 Mei 2020.
Baca juga: Transportasi Umum Kembali Beroperasi Normal, Polisi Tetap Larang Mudik
Selain itu, ia juga menilai, keputusan Menhub kembali membuka gerbang transportasi sejatinya tak sejalan dengan rencana Jokowi terkait relaksasi ekonomi pada Juni 2020 mendatang. Jadi, kata Yunarto, seandainya pemerintah ingin fokus memulihkan ekonomi, maka mulai bulan ini, pembatasan transportasi harusnya kian diperketat.
“Kalau ingin mulai relaksasi awal Juni, pastikan dulu keberhasilan PSBB melalui test yang sudah massal, enggak setengah-setengah kayak gini,” terang Yunarto.
“Saya juga mengerti isu kesehatan dan ekonomi gak bisa di-trade off, kebijakan harus sequencing. Makanya kalau Juni ingin relaksasi kegiatan ekonomi, ya sekarang pastikan PSBB diperketat, bukan malah sebaliknya, dilonggarkan seperti yang dilakukan pada kebijakan transportasi,” kata dia menambahkan.
Lebih jauh, pria yang karib disapa Toto itu juga meminta Jokowi untuk memberikan instruksi kepada Menhub mengenai pentingnya melakukan pembatasan selama bulan ini. Sebab jika tidak, situasinya bakal kian runyam.
“Pak Jokowi, coba instruksikan ke menteri Anda, jelaskan ke publik apa logika dari pelonggaran transportasi? Bagaimana membedakan yang berniat mudik dan tidak? Kalau niat bikin pelonggaran di Juni, bukankah logikanya sekarang malah harus diperketat?” tuturnya.
Berkenaan dengan perbaikan ekonomi di tengah pandemi, Toto menyebut, pemerintahan Jokowi bisa belajar dari negara tetangga, Singapura. Yakni dengan melakukan perbaikan di sektor penunjang lain sebelum akhirnya fokus terhadap ekonomi.
“Relaksasi ekonomi bisa dijalankan dengan prasyarat tertentu. Bukan hanya karena melihat negara lain, jadi ikutan relaksasi. Silakan belajar dari Singapura yang bahkan imported case di rusun pekerja migran saja sampai membuat perdana menterinya turun langsung,” kata dia.