Tol Layang Japek II, Pakar Konstruksi: Jalan 60 Km/Jam Saja Tak Enak
100kpj – Jalan tol layang Jakarta-Cikampek II (elevated) sudah resmi beroperasi. Tol ini sedianya akan dibuka untuk umum secara gratis mulai 20 Desember 2019 mendatang.
Uji coba tol layang Japek ini dilakukan untuk mengurai kepadatan menjelang mudik libur Natal dan Tahun Baru. Namun demikian, jalan tol layang terpanjang di Indonesia ini belakangan justru ramai jadi perbincangan masyarakat lantaran konstruksinya yang naik-turun di beberapa titik. Hal ini membuat wujud dari tol yang membentang sepanjang 38 kilometer itu membentuk seperti gelombang.
Menurut Pakar Konstruksi Anas Zaini, perbedaan tingkat elevasi jalan tol layang Japek ini terjadi karena ada beberapa ruas jalan harus dinaikkan ketinggiannya, kemudian turun di ketinggian normal. Sehingga nampak bergelombang.
Dia juga menyebut tol ini harus diteliti lagi untuk mengetahui daya dukung tanah dan struktur bangunan. "Selain itu, harusnya ada rambu, kalau jalan masih bergelombang. Sehingga pejalan tahu kalau jalan tol ini belum memenuhi secara teknis, karena dengan begitu penyedia memberikan jaminan keselamatan bagi pengguna jalan," kata dia dalam Apa Kabar Siang di tvOne.
Anas kemudian membandingkan kondisi tol di Japek dengan tol layang di Wiyoto Wiyono yang dibangun saat masa pemerintahan Soeharto. Walau sama-sama tol layang, tetapi kenyamanan pada tol tersebut sangat diperhatikan dan tidak bergelombang.
"Padahal sama-sama tol layang. Kalau ini kan lari 60 km per jam masih terasa, apalagi 80 km per jam, terasa banget guncangannya," kata Anas yang berbicara sambil mencoba tol layang tersebut.
Dia pun meminta agar tol ini ada perbaikan yang membuat ketidaknyamanan menjadi berkurang. Sebab ditakutkan, kalau sopir lengah sedikit, bisa terjadi suatu accident.
"Rasanya enggak enak saja. Tiap sambungan juga terasa banget. Kelakuan pengemudi kan enggak pernah tahu, ada yang suka ngebut ada yang enggak, takutnya kalau lengah sedikit bisa terjadi satu accident." "Padahal, undang-undang kan menyebutkan kalau layak fungsi ini kan harus memberikan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan," kata dia.
Proses Commisioning
Sementara itu Guru Besar Universitas Pelita Harapan, Prof DR Manlian Ronald Simanjuntak turut angkat bicara soal bergelombangnya jalan tol layang Japek II. Kata dia, berdasarkan masukan dari masyarakat, sebaiknya pihak terkait dengan tol ini melakukan proses commissioning (COMM).
Maksud dari commissioning sendiri yakni pengujian operasional secara real maupun simulasi untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan dan memenuhi semua peraturan yang berlaku (rule), regulasi (regulations), kode (code) dan sesuai standar (standard) yang ada. Kata Manlian, dirinya mengamati betul proses konstruksi sejak pembangunan pertama kali dilakukan, yakni 2017 dan selesai pada 2019. Di atas kertas, baik pelaku penerima jasa, yakni kontraktor dan konsultan, kata dia, semua melibatkan pihak profesional.
Sedangkan pemilik, yaitu dalam hal ini diwakili PT Jasa Marga. "Jadi karena mencermati kalau ini merupakan tol elevated dan diperuntukan bagi masyarakat, harusnya sih valid dan oke. Nah sebelum tol ini digunakan, pastinya ada kegiatan yang dilakukan seperti pengecekan sebelum penggunaan. Yakni commissioning proses," kata dia.
Saat ini, dirinya coba mengumpulkan data dari tol yang membentang sejauh 38 kilometer tersebut, apakah memang sudah terjadi penurunan pada tanah atau struktur bangunan. Katanya, pengamatan fisik tentu harus dilandasi dengan pengamatan teknis, yang bergelombang itu maksudnya apa? Apakah terjadi penurunan, atau memang daya dukung tanah yang lemah, atau memang sistem strukturnya.
"Nah, yang perlu dicek sebenarnya bukan hanya penurunan. Apakah ada data tanah, yang seharusnya ada pada jalur tol yang dilewati ini. Ini juga yang harusnya disampaikan oleh kontraktor pelaksana," beber dia.
"Kalau data tanah, daya dukung tanah tidak ada, semaksimal apapun elemen struktur, dia tidak akan bisa menopang. Nah menurut saya, masukan dari masyarakat, ini harus dicek. Dan saya juga tertarik untuk cek itu."
Sedangkan guncangan, dia mengatakan jika melihat struktur atau sistem struktur, ada juga sistem yang acap diterapkan yakni dilatasi. Dilatasi adalah suatu transformasi mengubah ukuran (memperbesar atau memperkecil) bentuk bangun geometri tetapi tidak mengubah bentuk bangun tersebut.
Artinya, jika ada beberapa bentang yang memang tersambung oleh alat tertentu, kemungkinan memang dirasa bakal ada guncangan.
"Jangan kita memikirkan yang negatif terlebih dahulu, karena seluruh elemen struktur dan beban yang ada ini kan memang harus dicermati selama proses commissioning," lanjutnya.