Capres Ganjar Pranowo Sebut Insentif Mobil Listrik Cuma Buat Orang Kaya
100kpj - Calon presiden nomor urut 03, atau Capres Ganjar Pranowo sebut insentif mobil listrik saat ini kurang tepat sasaran. Karena menurutnya keringanan itu hanya dinikmati orang-orang kaya, artinya belum menjangkau masyarakat luas.
"Untuk tahap awal menarik, tapi rasa rasanya orang mampu yang menikmati," ujar mantan Gubernur Jawa Tengah di pameran Indonesia International Motor Show, atau IIMS 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 22 Februari 2024.
Diketahui, berbagai cara dilakukan pemerintah demi percepatan kendaraan listrik agar mencapai netralitas karbon pada 2060. Sejumlah insentif untuk menarik masyarakat beralih pakai mobil ramah lingkungan telah diberikan.
Khusus mobil listrik berbasis baterai, pemerintah memberikan insentif berupa diskon PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10 persen, sehingga beban pajak yang ditanggung oleh konsumen hanya satu persen.
Keringanan PPN itu hanya bisa dinikmati bagi mobil listrik yang sudah diproduksi lokal dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) minimal 40 persen. Saat ini hanya ada beberapa model. Mobil listrik yang sudah menikmati keringanan itu adalah Wuling Air ev, Binguo EV, Hyundai Ioniq 5, dan Chery Omoda E5.
Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan kelonggaran bagi mobil listrik dengan status impor. Sedangkan untuk mobil listrik CBU (Completely Built Up) diberikan insentif berupa bebas bea masuk, hingga PPnBM.
Tapi hanya diperuntukkan dalam waktu yang ditentukan sebelum mobil listrik itu diproduksi di dalam negeri. Adapun brand yang berhak mendapatkan keringanan tersebut, diantaranya produk BYD, dan VinFas.
Kedua merek pendatang baru itu untuk tahap awal memanfaatkan insentif CBU sebelum produknya diproduksi lokal.
Berkat keringanan yang diberikan oleh pemerintah, selain menarik brand-brand pendatang baru hadir di RI, secara penjualan juga turut meningkat. Namun menurut Ganjar, subsidi yang ada saat ini masih kurang tepat.
"Menurut saya kalau subsidinya bagi mereka yang mampu tidak terlalu tepat. Tapi kalau itu mendorong industri ini berkembang boleh-boleh saja, tinggal kita batasi berapa lama waktu yang diperlukan, kalau tidak maka transisinya tidak mungkin," tuturnya.
Mengingat pembeli mobil listrik didominasi orang mampu, maka menurutnya jika insentif diberikan hanya untuk masa perpindahan, atau peralihan dari kendaraan berbahan bakar ke listrik murni tidak ada masalah.
"Transformasi yang diperlukan perlu insentif. Yang menikmati memang relatif orang-orang yang relatif mampu. Kalau spiritnya itu transisi, itu baik. Jadi itu salah satu pilihan," katanya.
Menurutnya seiring meningkatknya populasi kendaraan listrik, maka dibutuhkan infrastruktur yang memadai. Terutama penyebaran tempat pengisian daya baterai, atau charging station.
"Saat ini penjualan bagus, mudah-mudahan menginspirasi otomotif dalam negeri. Pasar mobil listrik makin hari makin bagus, sehingga saat ini yang diperlukan infrastruktur hingga akhirnya orang mau menggunakan itu," sambungnya.