Subsidi Kendaraan Listrik Dinilai Cuma Untungkan Kelas Menengah dan Atas
100kpj – Pemerintah tengah mempersiapkan subsidi kendaraan listrik melalui Kementerian Perindustrian. Kebijakan tersebut mendapat penolakan kelas dari Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, sebelumnya menyampaikan bila subsidi untuk mobil listrik sebesar Rp80 juta. Sedangkan untuk mobil hybrid diangka Rp40 juta.
Sedangkan untuk motor listrik sebesar Rp8 juta, lalu untuk konversi motor listrik diberi subsidi senilai Rp5 juta. Insentif tersebut akan diberlakukan di 2023, guna mempercepat peralihan kendaraan listrik di masyarakat.
Akan tetapi, Mulyanto menilai rencana tersebut melukai rasa keadilan masyarakat. Sebab yang diuntungkan dari subsidi tersebut hanyalah masyarakat kelas menengah dan atas yang mampu membeli kendaraan listrik.
“Pengguna motor dan mobil listrik itu kan relatif masyarakat kelas menengah dan atas. Mereka tidak membutuhkan subsidi. Yang butuh subsidi adalah masyarakat yang tidak mampu untuk membeli komoditas pupuk, listrik, BBM, dan lainnya," ujar Mulyanto dilansir dari situs resmi DPR, Rabu 21 Desember 2022.
"Ini kan paradoks. Pasalnya, subsidi untuk masyarakat menengah dan atas jor-joran, sementara subsidi untuk masyarakat yang tidak mampu malah ditahan-tahan,” lanjutnya.
Dia menilai subsidi seharusnya diberikan kepada kepada masyarakat kecil, yang saat ini malah terus dikurangi anggarannya. Terkait subsidi BBM misalnya, pemerintah terkesan berat membantu masyarakat yang membutuhkan.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah juga mengatakan, rencana pemberian subsidi itu tidak ada dalam APBN 2023. Dia juga menilai subsidi itu besarnya tak sebanding dengan alokasi program perlindungan sosial yang diterima oleh setiap rumah tangga miskin.
“Jika subsidi ini akan direalisasikan dalam bentuk uang tunai untuk pembelian mobil dan motor listrik, dan jika direalisasikan tahun depan, maka kami tegaskan tidak ada alokasi APBN 2023 untuk dukungan kebijakan tersebut," ujar Said.
"Oleh sebab itu, kebijakan ini harus dikaji kembali oleh pemerintah. Terlebih pada tahun 2023 kita harus bersiap menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu. karena itu kita membutuhkan ketangguhan fiskal pada APBN,” lanjutnya.