100kpj – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikkan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi 10 persen. Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, mengatakan hal itu bisa berdampak buruk.
Kenaikan Pajak BBM itu tertuang pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal itu, tentunya juga akan turut mengerek harga BBM non-subsidi di DKI Jakarta Karena, pajak tersebut merupakan salah satu komponen pembentuk dari harga jual eceran BBM non-subsidi itu sendiri.
Menurut, Fahmy, harga BBM non subsidi di Jakarta maka akan naik. Bahkan, hal itu memiliki dampak negatif yang tidak bisa dihindarkan, yakni peralihan konsumen dari BBM non-subsidi ke BBM subsidi yang lebih murah seperti misalnya Pertalite.
"Itu dampak buruknya. Jadi semakin mahalnya harga Pertamax, maka itu akan memicu konsumen untuk pindah migrasi ke Pertalite," kata Fahmy, seperti dikutip dari VIVA, Selasa 30 Januari 2024.
Meski demikian, Fahmy memastikan bahwa biasanya fenomena peralihan konsumen seperti itu, hanya terjadi pada konsumen yang sensitivitas harganya tinggi. Sehingga, perubahan harga Itu akan mendorongnya untuk pindah ke Pertalite, dan hal itu tidak bisa dihindari.
Sementara bagi konsumen yang sensitifitas terhadap harganya tidak begitu tinggi, maka dia tidak akan bermigrasi ke Pertalite. Hal itu karena konsumen semacam itu lebih mementingkan kualitas BBM untuk kendaraannya, daripada kenaikan harga 10 persen tadi.