100kpj – PT Jasa Marga (Persero) Tbk mendapat kritikan pedas usai banyaknya kendaraan yang mengalami pecah ban dan terancam terjadinya kecelakaan fatal. Jasa Marga pun dinilai sudah melanggar undang-undang karena hal tersebut.
Hal ini disampaikan politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menyikapi banyaknya peristiwa ban pecah di jalan tol akibat jalan berlubang, seperti baru-baru ini di ruas jalan tol Soedijatmo atau tol Bandara Soekarno-Hatta. Beberapa kendaraan pecah ban saat melintasi ruas tol itu akibat jalan berlubang.
Memang, pihak Jasa Marga akan memberikan ganti rugi bagi kendaraan yang mengalami pecah ban sesuai dengan peraturan perseroan. Namum, anggota DPR periode 2014-2019 itu menilai, pemberian ganti rugi saja tidak cukup. Jasa Marga harus memperbaiki jalan tol dan meningkatkan kualitas.
"Pernyataan Jasa Marga sangat tidak bertanggung jawab, jalan tol berlubang dianggap seperti kejadian biasa. Ban pecah di tengah jalan tol dengan kecepatan tinggi sangat berbahaya, kendaraan bisa terguling dan tabrakan beruntun sehingga berakibat kecelakaan fatal," kata Bambang, dilansir dari VIVAnews.
Pernyataan itu, menurut Bambang, juga menunjukkan bahwa Jasa Marga tidak profesional karena jalan tol yang dikelolanya tidak memenuhi ketentuan standar pelayanan minimal (SPM) atau tidak layak.
Berdasarkan Undang-Undang No. 38/2004 tentang Jalan serta peraturan turunannya, yakni PP No. 15/2005 tentang Jalan Tol dan Peraturan Menteri PU No. 295/2005 tentang Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), jalan tol harus memenuhi SPM yang telah ditetapkan. SPM jalan tol harus memenuhi sejumlah indikator, seperti tidak boleh sama sekali terdapat lubang, rutting, dan retak.
"Jangankan retak, kejadian di ruas tol Prof. DR. Ir. Sedijatmo itu membuktikan jalannya berlubang. Berarti Jasa Marga (operator) dan BPJT (Regulator) telah melanggar aturan dan membahayakan pengguna jalan tol," tegas Bambang Haryo yang pernah menjabat sebagai Senior Investigator di KNKT.
Standar pelayanan minimum selain kualitas jalan, pengguna jalan tol belum pernah mendapatkan jaminan keamanan karena jalan tol belum mempunyai standardisasi sesuai standardisasi pelayanan minimum. Misalnya, persyaratan rescue/SAR yang harus ada di setiap ruas jalan tol, polisi PJR, mobilitas patroli setiap 30 menit, mobil derek serta informasi kondisi jalan tol pada pos Gerbang Tol (GTO) dan banyak sekali pagar-pagar jalan tol yang roboh sehingga hewan ataupun manusia dapat masuk ke ruas jalan tol dan lain lain.
Sehingga, selaku operator jalan tol, Jasa Marga belum melaksanakan standardisasi pelayanan minimum, di mana pengguna jalan tol sudah melakukan pembayaran dengan harga sesuai standardisasi pelayanan minimum. Bahkan, kata Bambang, sebagian besar tarif jalan tol telah dinaikkan tanpa adanya perubahan standardisasi pelayanan minimum yang dilakukan oleh Jasa Marga.
Menurut Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur itu, Jasa Marga telah melanggar undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan beserta turunannya, Pasal 62 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar, serta Undang Undang Dasar 1945 yang dimana segenap tumpah darah bangsa Indonesia wajib dilindungi oleh Negara.
Dia juga mempertanyakan peran dan profesionalisme BPJT selaku regulator yang bertugas mengawasi pengelolaan jalan tol dan SPM. BPJT seharusnya menjadi pengontrol antara tarif jalan tol dengan pemenuhan standar pelayanan minimum. Tidak hanya melulu tentang penerimaan pengajuan kenaikan tarif.
"Karena telah lebih dari ratusan kecelakaan akibat pecah ban yang terjadi di jalan tol setiap tahun, ini menunjukkan kualitas jalan tol di Indonesia masih di bawah standardisasi. Kita menuntut tanggung jawab pengelola jalan tol dan BPJT," tegasnya.
Bambang juga mendorong pengguna jalan tol maupun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan Perlindungan Konsumen mengajukan class action terhadap Jasa Marga dan BPJT karena tidak melaksanakan kewajibannya.
"Banyak yang belum dilakukan secara profesional, sehingga direksi Jasa Marga dan BPJT harus bertanggung jawab. Publik membayar tarif jalan tol untuk mendapatkan kecepatan, kenyamanan dan keselamatan. Kalau jalannya tidak layak dan macet, buat apa," ucapnya.
"Saya mengharapkan pemerintah hadir dalam menjamin kenyaman dan keselamatan nyawa publik di Jalan Tol dan Pak Presiden Jokowi bisa meniadakan berbayar jalan tol yang di bawah standar pelayanan minimum," ujarnya.