100kpj – Jalan tol layang Jakarta-Cikampek II (elevated) rencananya bakal diuji coba untuk umum pada 20 Desember 2019 mendatang. Namun, jelang uji coba dilakukan, publik justru menyoroti permukaan jalan yang bergelombang.
Terlebih, muncul foto viral yang menunjukkan bagaimana gelombang pada tol itu dianggap tak wajar. Sehingga memunculkan penilaian dari publik kalau tol ini tak bakal nyaman dan membahayakan pengendara.
Terkait hal ini, Guru Besar Universitas Pelita Harapan, Prof DR Manlian Ronald Simanjuntak angkat bicara. Kata dia, berdasarkan masukan dari masyarakat, sebaiknya pihak terkait dengan tol ini melakukan proses commissioning (COMM).
Maksud dari commissioning sendiri yakni pengujian operasional secara real maupun simulasi untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan dan memenuhi semua peraturan yang berlaku (rule), regulasi (regulations), kode (code) dan sesuai standar (standard) yang ada.
Kata Manlian, dirinya mengamati betul proses konstruksi sejak pembangunan pertama kali dilakukan, yakni 2017 dan selesai pada 2019. Di atas kertas, baik pelaku penerima jasa, yakni kontraktor dan konsultan, kata dia, semua melibatkan pihak profesional.
Sedangkan pemilik, yaitu dalam hal ini diwakili PT Jasa Marga. "Jadi karena mencermati kalau ini merupakan tol elevated dan diperuntukan bagi masyarakat, harusnya sih valid dan oke. Nah sebelum tol ini digunakan, pastinya ada kegiatan yang dilakukan seperti pengecekan sebelum penggunaan. Yakni commissioning proses," kata dia di Apa Kabar Petang di tvOne.
Saat ini, dirinya coba mengumpulkan data dari tol yang membentang sejauh 38 kilometer tersebut, apakah memang sudah terjadi penurunan pada tanah atau struktur bangunan. Katanya, pengamatan fisik tentu harus dilandasi dengan pengamatan teknis, yang bergelombang itu maksudnya apa? Apakah terjadi penurunan, atau memang daya dukung tanah yang lemah, atau memang sistem strukturnya.
"Nah, yang perlu dicek sebenarnya bukan hanya penurunan. Apakah ada data tanah, yang seharusnya ada pada jalur tol yang dilewati ini. Ini juga yang harusnya disampaikan oleh kontraktor pelaksana," beber dia.
"Kalau data tanah, daya dukung tanah tidak ada, semaksimal apapun elemen struktur, dia tidak akan bisa menopang. Nah menurut saya, masukan dari masyarakat, ini harus dicek. Dan saya juga tertarik untuk cek itu."
Sedangkan guncangan, dia mengatakan jika melihat struktur atau sistem struktur, ada juga sistem yang acap diterapkan yakni dilatasi. Dilatasi adalah suatu transformasi mengubah ukuran (memperbesar atau memperkecil) bentuk bangun geometri tetapi tidak mengubah bentuk bangun tersebut.
Artinya, jika ada beberapa bentang yang memang tersambung oleh alat tertentu, kemungkinan memang dirasa bakal ada guncangan.
"Jangan kita memikirkan yang negatif terlebih dahulu, karena seluruh elemen struktur dan beban yang ada ini kan memang harus dicermati selama proses commissioning," lanjutnya.
Sementara itu, ketidaknyamanan sejauh ini memang sudah diakui pula Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk, Desy Arryani. Kata dia kondisi tersebut lantaran tol ini masih dalam tahap penyempurnaan.
"Jadi secara fisik dan kekuatan sudah diuji, tapi kenyamanannya yang masih belum sesuai harapan. Jadi kalau smooth sekali memang tidak mungkin, karena tiap 180 meter sekali itu ada sambungan. Yang pasti saat ini terus menerus kita sedang sempurnakan," kata dia.