100kpj – Berbicara mengenai komitmen pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, dua pabrikan mobil kondang, Mitsubishi dan Toyota sepertinya menempuh 'jalan yang berbeda'. Terlihat dari pilot project yang digarap masing-masing pabrikan Jepang itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) baru saja meresmikan studi bersama pemanfaatan energi baru dan terbarukan untuk pengisian daya kendaraan listrik di Pulau Sumba.
Dalam pilot project yang menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kyudenko.co tersebut, MMKSI ikut terlibat dalam pengembangan energi panel surya sebagai energi baru terbarukan di PLTS Bilacenge, Sumba Barat Daya.
Proyek studi bersama ini menggunakan Mitsubishi i-MiEV sebagai kendaraan yang akan disiksa. Termasuk studi terkait perangkat pengisian cepat tipe chademo yang saat ini juga telah terpasang di kantor PLN Tambolaka.
Sebelumnya, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) juga telah bergerak untuk berperan aktif mengembangkan kendaraan listrik. Beberapa perguruan tinggi ternama dilibatkan untuk melakukan riset pengembangan teknolgi kendaraan listrik.
Baca juga: Yuk Intip Pesanan Mitsubishi Outlander PHEV di Indonesia, Laku Gak Sih?
Pilihan 'jalan yang berbeda' meski dengan tujuan yang sama dari MItsubishi dan Toyota ini juga dibenarkan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto di sela-sela peresmian kerja sama MMKSI dengan BPPT dan Kyudenko di Kantor PLN Tambolaka, Kamis 3 Oktober 2019.
"Toyota mencoba meneliti beberapa teknologi dengan menggandeng 6 universitas. Kan ada full baterai, hybrid , plug-in hybrid, combustion engine. Dilihat benefit masing-masing teknologi itu termasuk melihat kondisi infrastruktur dan ekosistem di Indonesia juga pertimbangan produk emisi dan penggunaan bahan bakar," kata Herjanto saat disinggung perbedaan pilot project antara Mitsubishi dan Toyota.
Sedangkan untuk Mitsubishi, lanjut Herjanto, pabrikan dengan logo tiga berlian tersebut lebih memilih untuk join dalam program yang lebih fleksibel dengan berorientasi pada potensi yang dimiliki suatu daerah terpencil.
"Kalau MItsubishi lebih memilih dengan remote island yang di sini (Pulau Sumba) disesuaikan dengan solar sistem, tergantung potensi daerahnya. Mungkin nantinya juga dengan pertimbangan wind energy atau mungkin memanfaatkan panas gunung," kata Herjanto.
Langkah yang ditempuh Mitsubishi ini mendapat apresiasi dari Herjanto karena menurutnya dapat menjadi rule model di beberapa daerah lain di Indonesia khususnya untuk daerah-daerah terpencil lainnya.
"Daerah remote ini kan akses energi terbatas. Karena itu energi terbarukan dengan tenaga surya di Sumba ini dikombinasikan dengan transportasi kendaraan listrik kan cocok. Jadi kalau bisa berjalan tentu dapat menjadi rule model bagi daerah-daerah terpencil lainnya," kata Herjanto.