100kpj – Esemka akhirnya melakukan debut perdana beberapa waktu lalu. Mobil pertama yang dirilis adalah berjenis pikap dan diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Namun belakangan, kemunculannya terus menimbulkan pro-kontra, akibat wujudnya yang mirip-mirip dengan produk China, bernama Changan.
Terkait hal ini, pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, pun angkat bicara. Kata dia, sebenarnya kolaborasi antarprodusen kendaraan adalah hal yang biasa terjadi.
Penerapan ini pula yang dilakukan banyak negara lain. “Di dunia, itu sudah biasa. Sebagai contoh, Proton yang merupakan mobil nasional Malaysia, dulu menggandeng Mitsubishi. Lalu, kemudian mereka kerja sama dengan pabrikan asal Inggris, Lotus,” ujarnya di acara Indonesia Business Forum di tvOne, dikutip Rabu 18 September 2019.
Kata Tri, berbisnis otomotif tidak ada bedanya dengan membuat baju. Produsen tidak perlu menyediakan bahan baku sendiri.
“Ibarat bikin baju, enggak mungkin awalnya bikin kancing sendiri, bikin kain sendiri. Yang penting, hasil jahitannya bagus,” ungkapnya.
Apalagi membangun sebuah merek otomotif membutuhkan waktu sangat lama. Bahkan, zaman dulu produsen Jepang memerlukan waktu hingga 40 tahun, sebelum merek mereka bisa dikenal di Indonesia seperti saat ini.
“Zaman dulu, saat merek Jepang masuk, belum ada apa-apa. Sekarang, pabrik ban banyak, pelek banyak, karoseri bus juga banyak,” tuturnya.
Maka itu, kata dia, PT Solo Manufaktur Kreasi sebagai produsen dari Esemka, pun diminta untuk terbuka dalam hal status dari produk mereka.
“Harusnya, Esemka lebih fair, kalau memang produknya dari China. Yang penting, pelan-pelan ditingkatkan kandungan lokalnya,” jelasnya.
(Laporan: Yunisa Herawati/VIVA)