Namun pria yang akrab dipanggil Bang Adi ini mengungkapkan bahwa nilai kontrak jangan dijadikan patokan. "Jika nilai kontrak dijadikan patokan, nanti orientasi pembalap hanya akan mencari uang, karena nanti yang dilihat hanya dari nilai kontraknya saja, bukan prosesnya, hal tersebut nantinya akan berdampak buruk bagi mental para pembalap muda," bilang Bang Adi kepada 100KPJ.com lewat sambungan telepon.
Lebih lanjut Bang Adi menjelaskan, seperti sekarang contohnya Rafid Topan dan Fitrianyah Kete, mereka berdua memang layak mendapatkan nilai kontrak yang besar karena prestasinya yang bagus.
"Jadi jangan sampai ada pembalap muda yang merasa dirinya jago, lalu dia memasang harga tinggi, karena hal tersebut akan berakibat fatal bagi masa depannya. Selain itu karena diiming-imingin bayaran mahal, pembalap muda tersebut justru lebih memilih balapan nasional, sementara ada kesempatan lain untuk tampil diajang balapan internasional tapi dengan bayaran yang tidak besar," jelasnya.
Pembalap Muda di Indonesia Harus Bersyukur
Disisi lain, mantan pembalap dunia GP250 dan Moto2 Doni Tata Pradita menjelaskan bayaran besar itu layak didapatkan oleh pembalap yang punya prestasi besar. Doni menilai pembalap muda di Indonesia harusnya bersyukur karena berbeda dengan pembalap muda di luar negeri.
"Karena di luar negeri pembalap muda atau pembalap yang tidak punya prestasi yang besar, ketika mereka ingin mengikuti balapan, mereka yang harus mencari uang yang diberikan kepada tim untuk keperluan balap, jika ada sisanya ya uang itu yang akan masuk ke kantong pribadi pembalap tersebut," bilang Doni kepada 100KPJ.com.
Sementara di Indonesia, lebih banyak kesempatan bagi pembalap muda untuk bisa tampil di ajang balapan dengan tidak mengeluarkan uang. Doni mencontohkan, di Indonesia ada beberapa pabrikan yang memberikan kesempatan kepada pembalap muda yang memiliki skill mumpuni, untuk menjadi pembalapnya baik di tingkat nasional maupun internasional.