Sementara untuk Solar adalah Solar Perta-Dex dan Perta-Dex HQ (High Quality). Untuk itu, biarpun sangat terlambat, kini saatnya menghapus keempat jenis BBM kotor di atas (Premium88, Pertalite90, Solar48 dan Solar Dexlite).
Nah, jika dibandingkan dengan Malaysia, Australia dan Amerika Serikat harga BBM di Indonesia jauh lebih mahal, padaha tidak sesuai dengan Euro 2, sebagai contoh Malaysia yang mampu memproduksi dan memasarkan Bensin dengan kualitas yang setara Pertamax Turbo dengan harga SPBU Rp 5.495/L dan Solar dengan kualitas yang lebih baik dari Perta-Dex dengan harga Rp 4.965/L; di mana HPP (harga sebelum ditambah handling/distribution cost dan tax/excise) kedua jenis BBM ini masing-masing adalah Rp 2.293 L dan 3.161/L. Kedua jenis BBM Malaysia ini memenuhi syarat untuk digunakan kendaraan berstandard Euro 4/IV.
Sementara di Indonesia, sebagai contoh menjual bensin dengan RON 90 Sulfur content 200 ppm (max) dengan harga Rp 7.650/L dengan HPP Rp 5.737/L, di mana bensin dengan nama brand Pertalite 90 ini tidak memenuhi syarat untuk kendaraan Euro 2/II Standard.
Menurut KPBB Pertamina berani jual bensin kotor, karena tiadanya kemauan politik (political will) dari pemerintah yang diduga sangat dipengaruhi oleh kepentingan oil traders yang mengejar rente ekonomi melalui impor BBM kotor (dirty fuels).
Pasalnya Stock BBM kotor ini melimpah di pasar minyak global mengingat BBM kotor ini telah dilarang di banyak negara karena sudah beralih ke BBM yang lebih bersih yang memenuhi syarat bagi kendaraan berstandard Euro 4/IV, Euro 5/V dan Euro 6/VI.
Makanya melihat kondisi seperti ini, KPBB menilai saatnya Presiden Jokowi memanfaatkan momentum kejatuhan harga crudes oil dunia untuk membedah struktur kebijakan harga BBM agar proporsional terhadap kualitasnya sesuai regulasi (Euro 4/IV Standard) sehingga tidak terjadi pelanggaran konstitusi dan regulasi serta tidak membebani rakyat, sekaligus momentum membangun ketahanan energi nasional dan peningkatan kualitas udara.