100kpj – Jet tempur BAE Hawk 209 milik TNI Angkatan Udara jatuh di Kampar, Riau pada Senin 15 Juni 2020, merupakan pesawat lawas. Pasalnya menurut beberapa sumber Hawk 209 itu merupakan salah satu dari 16 pesawat TNI yang mengudara sejak 1996 silam.
Karena sudah lawas, jadi jet tempur tersebut punya cacatan sejarah dalam menjaga keudaulatan Tanah Air di wilayah udara. Sebagai Alutsista pesawat ini tangguh dalam menjalankan tugasnya, baik pihak yang mengganggu kedaulatan Indonesia dari luar maupun dari dalam negeri.
Pesawat yang dibuat oleh BAE System Inggris ini ternyata didesain khusus untuk latih tempur (Lead In Fighter Trainer), namun meski demikian tidak membuat pilot yang mengemudikan pesawat ini minder.
Buktinya, alutsista berupa jet tempur yang punya julukan 'Cabe rawit dari Inggris' ini pernah mengalami ketegangan dengan dua jet temu F/A-18 Hornet milik Angkatan Udara Australia (RAAF), yang pernah menerobos wilayah udara Kupang, NTT pada tahun 1999.
Aksi penerobosan jet tempur Hornet milik Australia itu terjadi tidak lama setelah PBB mengumumkan hasil jajak pendapat rakyat Timor Timur. Satu unit Hawk 209 yang dipiloti Kapten Pnb Azhar Aditama, dan dikawal satu unit Hawk 109 berhasil mengusir jet tempur F/A-18 Hornet milik RAAF keluar dari wilayah udara Indonesia.
Selain itu, Hawk 209 ini juga pernah menjadi saksi ketika Indonesia menjaga kedaulatannya dari dalam negeri. Karena pesawat ini juga ikut terlibat dalam perang melawan pemberotak Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dalam Operasi Daerah Operasi Militer (DOM) tahun 2003 lalu.
Seperti dilansir dari Airspace Riview yang diberitakan oleh Viva, pertama kali TNI AU mengerahkan empat unit pesawat Hawk 209 sebagai Air Escort untuk mengawal operasi penerjun pasukan Linud Kostrad yang terbang dengan enam pesawat C-130 Hercules ketika mengambil alih Lanud Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh.
Dalam operasi pengambilalihan Lanud Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh dari tangan separatis GAM itu, empat pesawat tempur Hawk 209 terbang menggunakan sandi 'Sriti Flight'. Empat pesawat Hawk 209 meluncur dari Lanud Polonia, Medan yang ketika itu menjadi pangkalan Aju.
Keempat Hawk yang saat itu diterjunkan untuk membackup enam pesawat Hercules C-130 yang membawa pasukan penerjun payung Kostrad adalah pesawat Hawk 209 dengan nomor ekor TT-0205, TT-0212, TT-0213, TT-0214 yang dikomandoi oleh Komandan Skuadron Udara 12 saat itu, Mayor Pnb Henry Alfiandi.
Setelah mengawal operasi penerjunan enam Hercules C-130, keempat pesawat Hawk 209 kembali ke pangkalan Lanud Polonia Medan. Di hari yang sama, pesawat Hawk 209 itu juga digunakan untuk menjalankan misi melindungi pendaratan PPRC Marinir di Pantai Jalo.
Meski memiliki kemampuan serang darat yang mumpuni, keempat Pesawat Hawk 209 tidak menggunakan kekuatan tempur maksimalnya dalam menjalankan operasi militer di Aceh tersebut.
Dalam misi kawal Hercules C-130, setiap pesawat Hawk 209 membawa dua tangki eksternal (drop tank), dan sepasang rudal AIM-9 Sidewinder di ujung sayapnya, serta mengusung Kanon Aden 30 mm di bawah perut pesawat, tapi tak satupun dari pesawat Hawk 209 yang melepaskan munisinya.
Karena konon katanya Pemerintah Inggris sempat melakukan protes atas penggunaan Hawk 209 tersebut. Karena salah satu klausul perjanjian dalam pembelian pesawat Hawk 109 dan 209, Pemerintah Inggris dan Pemerintah Indonesia sepakat bahwa pesawat tersebut tidak boleh digunakan untuk konflik internal dalam negeri.
Baca juga: Beli Jet Tempur Dihadang Amerika, Rusia Tetap Dukung Indonesia