100kpj – Pesawat tempur BAE Hawk 209 milik TNI Angkatan Udara jatuh di Kampar, Riau pada Senin 15 Juni 2020, merupakan pesawat lawas. Pasalnya menurut beberapa sumber Hawk 209 itu merupakan salah satu dari 16 pesawat TNI yang mengudara sejak 1996 silam.
“Pada hari ini, Senin pukul 08.13 WIB, telah terjadi kecelakaan pesawat tempur jenis BAE Hawk 209 dengan nomor registrasi TT-0209,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma Fajar Adriyanto kepada wartawan.
Lebih lanjut Adriyanto menjelaskan, kecelakaan tersebut terjadi di kawasan Runway 36 Pangkalan Udara Nurjadin, Pekanbaru. Pilot yang mengendalikan pesawat tersebut adalah Lettu Pnb Apriyanto Ismail dari Skadron Udara 12 Lanud Roesmin Nurjadin.
Lebih lanjut dia menjelaskan, keadaan pilot selamat karena berhasil keluar dari pesawat menggunakan ejection seat, atau kursi lontar. “Sekarang masih di RSAU dr Soekirman Lanud Rsn Pekanbaru untuk pemeriksaan kondisinya,” katanya.
Lantas seperti apa kecanggihan, dan kelemahan pesawat tempur BAE Hawk 209?
Melansir Indomiliter, pesawat besutan British Aerospace itu adalah versi termurah yang disebut British Aerospace atau BAE dengan kode 9 khusus Indonesia. Pesawat tempur tersebut tidak digunakan sebagai alutsista militer di negara asalnya, Inggris.
Saat itu hanya Indonesia, Oman, dan Malaysia yang menggunakan Hawk 200 atau 209. Pesawat tempur tersebut mendarat di Tanah Air sejak 1997 silam bersamaan dengan Hawk 109. Artinya cukup lawas untuk kendaraan perang berumur 23 tahun.
Bristish Aerospace sebagai pabrikan menyebut bahwa Hawk 209 adalah lightweight multirole fighter dengan kursi tunggal. Sedangkan arti dari lightweight karena jantung pacu pesawat tersebut bermesin tunggal, yakni Turbomeca Adour Mk.871.
Mesin tersebut mirip Hawk 109 yang memiliki daya dorong 6.000 pon, dan kecepatan maksimum 1.2 Mach pada ketinggian 17 ribu kaki. Untuk jarak tempuhnya 3.610 kilometer, berkat kapasitas bahan bakar internal 1.361 kilogram dan dua tanki eksternal yang masing-masing 864 liter.
Pesawat tempur itu memiliki dimensi panjang 12,07 meter, dengan rentang sayap dan rudal 9,94 meter, tinggi 4,16 meter. Daya angkut maksimalnya saat take off 9.100 kg, dengan berat kosong 4.450 kg, dan ketinggian maksimumnya di angka 13.715 meter.
Mengingat ruang bagasinya yang sempit, maka dari bawaan pabrik Hawk 209 tidak dilengkapi kanon internal. Cara mengakalinya menyematkan kanon ekternal ADEN 30 mili meter pada centerline hardpoints, di mana total ada tujuh hardpoint atau penyimpanananya untuk mengangkut rudal udara AIM-9 Sidewinder pada masing-masing ujung sayap.
Selain itu, senjata yang dibawa Hawk 209 adalah rudal udara AIM-120 AMRAAM, dan Sky Flash yang dapat dilontarkan dari udara. Sedangkan rudal udara ke permukaan AGM-65 Maverick, rudaL anti kapal Sea Eagle, dan dapat menampung torpedo Sting Ray buatan Marconi.
Selain rudal ada sejumlah bom yang diangkut pesawat tersebut. Untuk mendeteksi target, Hawk 209 memiliki radar multi gelombang pada hidungnya atau jung pesawat. Tipe radar tersebut adalah AN/APG-66H buatan Westinghouse, sejenis dengan radar di jet tempur F-4EJ Phantom milik militer Jepang.