100kpj – Presiden Soekarno menyatakan perang terbuka dengan Belanda di tahun 1960, semua pesawat tempur sebagai unsur kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia disiagakan. Pasalnya selain Belanda, kala itu juga Amerika Serikat ikut campur.
Amerika menggunakan pesawat intai Lockheed U-2 Dragon Lady melayang di atas Madiun, Selama konfrontasi, sering pesawat ini sengaja diterbangkan dari Darwin ke Filipina untuk misi-misi intelijen. Dari ketinggian 70.000 kaki, teridentifikasi oleh pilot beserta kru deretan jet tempur dan pembom.
Ketika dilihat secara cermat. Tak salah lagi, sang pilot yakin bahwa pesawat yang dilihatnya adalah pembom Tu-16 Badger dan MiG-21F Fishbed C (sebutan yang diberikan NATO), jet tempur penghadang (intercept) paling ditakuti barat kala itu. Sebelumnya, intelijen AS sudah mengendus kedatangan MiG-21 di Indonesia.
Hasil pengintaian ini segera disampaikan oleh Amerika ke Belanda, sang pilot mengungkapkan bahwa percuma melawan Indonesia, karena Indonesia punya MiG-21. Pesawat ini juga takut sama MiG-21, apalagi F-4E Phantom yang baru dimodifikasi masih meragukan untuk diadu dengan MiG-21.
"Indonesia membeli MiG-21 sebagai tindakan bela diri andaikata Belanda mendatangkan pesawat-pesawat yang lebih modern, ketika kampanye Trikora dicanangkan, AU Belanda memiliki satu skadron pesawat Hawker Hunter F.6 buatan Inggris tahun 1954. Jika dibandingkan dengan MiG-21, pesawat tersebut jelas bukan tandingan. Kecepatan maksimumnya hanya 1.117 km/jam, daya capai ketinggian 14.325 meter dengan jangkauan 690 kilometer. Kalau terbang rendah, pemakaian bahan bakarnya akan bertambah boros, sementara MiG-21 dengan kecepatan Mach-2,1 mampu mencegat pembom pada ketinggian 20 kilometer pada jarak 1.800 kilometer," ungkap Marsda (Pur) Jahman, penerbang MiG-21 AURI yang dikutip dari laman resmi TNI Angkatan Udara.
Indonesia kala itu menyiapkan dua jalur pembentukan penerbang MiG-21, pertama dengan mengirimkan lansung empat penerbangnya ke Uni Soviet yaitu Kapten Udara Sukardi, Letnan Udara I Jahman, Letnan udara II Igon Suganda, dan Letnan Udara II Mundung.
Kedua, di dalam negeri Mayor Udara Rusman ditunjuk Komodor Udara Leo Wattimena untuk mendapatkan pelatihan langsung dari instrukturn yang sengaja didatangkan dari Rusia. Sementara itu, setibanya di Indonesia, pesawat MiG-21 langsung dirakit. Para teknisi Rusia segera membimbing teknisi Indonesia.
Selain MiG-21, kekuatan udara Indonesia pada tahun 1960 atau ketika Malaysia baru berusia 3 tahun setelah diberikan kemerdekaan oleh Inggris, Indonesia sudah memiliki 49 MiG-17 Fresco, P-51 Mustang, Il-28 Beagle, B-25 Mitchell, B-26 Invader, C-47 Dakota serta C-130 Hercules.
Pesawat MiG-21 juga punya peran ketika konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal dengan kampanye Dwikora, Indonesia menyiagakan pembom Tu-16 dan MiG-21. Karena jangkauannya yang kecil, pesawat harus ditempatkan di Palembang dan Medan.
Meski ditakuti, namun selama pengabdiannya di AURI, memang tidak ada pengalaman perang udara hebat yang ditinggalkan MiG-21 bagi generasi berikutnya. Bahan selama Dwikorapun, hanya beberapa kali berpapasan dengan pesawat Hawker Hunter atau HS Buccaneer Inggris saat mengawal Tu-16.
Baca juga: Pesawat Ini Jadi Saksi Kala Kekuatan Indonesia Lagi Jago-Jagonya