100KPJ

Konversi Motor Listrik Gak Laku Walau Dapat Subsidi Rp10 Juta, Ini Tanggapan AISI

Share :

100kpj – Program konversi motor listrik yang digelar oleh pemerintah masih sepi peminat, padahal mendapatkan subsidi sebesar Rp10 juta untuk konversi motor bensin ke motor listrik. Asosisasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) pun memberikan penilaiannya mengapa program tersebut masih belum menarik banyak minat masyarakat di Tanah Air.

Periode April-Desember 2023 pemerintah memberikan subsidi konversi motor listrik 50 ribu unit, tapi penyerapannya tidak sampai 2 persen, seperti disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif.

“Kicik-kicik (kecil), malu dah di bawah (1.000 unit), yang daftar sih banyak,” ujar Arifin kepada wartawan, dikutip, Selasa 16 Januari 2024.

Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa pihaknya terus melakukan sosialisasi dan pendekatan, sehingga diharapkan target 150 ribu unit sepanjang 2024 bisa tercapai setelah nilai insentifnya dinaikkan dari tahun lalu.

“Jadi memang kita perlu upaya-upaya keras untuk bisa menarik minat masyarakat sehinngga memang konversinya bisa dilakukan,” sambungnya.

Menanggapi kecilnya peminat konversi motor listrik, Sekretaris Umum AISI, Hari Budiyanto memberikan tanggapannya. Menurutnya, faktor yang membuat program ini sepi adalah harga yang bersaing dengan harga motor listrik di pasaran yang sudah murah, dan mendapatkan subsidi juga dari pemerintah sebesar Rp7 juta.

"Kita harus pakai kacamata masyarakat kalau konversi itu tentunya ada motor yang dikonversi ada biaya, ada insentif. Pesaingnya apa? Ada motor listrik baru juga. Dapat subsidi, harganya murah juga," ujar Hari pada wartawan, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut dia menilai program konversi motor listrik yang tersendat ini lantaran mekanisme yang belum dipahami betul oleh masyarakat. Budi menambahkan konversi motor listrik masih menyasar segmen penghobi, belum memikat masyarakat yang memakai motor harian.

"Demandnya ini tergantung, konversi ini masih banyak dilakukan oleh para hobbies, motornya antik. Tetapi kalau motor dalam tanda petik yang dipakai harian segala macam. Mungkin ya, saya hanya memandang dari sisi masyarakat sendiri 'oh mesinnya nanti di-scrap (dihancurkan)' di situ masih ada, costnya masih mahal menurut saya meskipun sudah diinsentifkan tapi prosesnya tidak mudah," ucapnya.

"Tempatnya saja terbatas. Problemnya sama persis dengan EV yang baru. Adoptionnya harus bisa memberikan itu tadi, bisa dipakai kapan saja dan kemana saja," pungkas Hari.

Share :
Berita Terkait