100kpj – Kepolisian Republik Indonesia kini mulai memaksimalkan tilang elektronik atau ETLE, guna menggantikan tilang elektronik. Walau begitu, peran kehadiran Polisi Lalu Lintas atau Polantas tetap masih dibutuhkan di lapangan.
Sejauh ini, ETLE yang diberlakukan demi terciptanya budaya tertib dinilai sudah baik, tetapi dengan adanya perkembangan teknologi di bidang penegakan hukum lalu lintas masih dinilai harus ada perpaduan antara teknologi dengan petugas di lapangan.
Seperti disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H. M.Si.. yang menghadiri Rakernis Fungsi Gakkum di Hotel Singhasari, Kota Batu, Jawa Timur.
“Jadi kalau kita belajar dari sepakbola, kita nonton bola saat ini, itu pasti perpaduan dari peranan manusia dengan peranan teknologi. Sepakbola saat ini tidak bisa dihindari adanya perpaduan dalam penegak hukum, wasit dan teknologi,” ucap Nurhasan, dikutip dari situs Korlantas, Sabtu 3 Desember 2022.
Nurhasan menambahkan bahwa tidak bisa sepenuhnya menyerahkan pada teknologi seperti cctv. Sebab, ada pelanggaran-pelanggaran tertentu yang sifatnya administratif, salah satunya pengendara yang tidak memiliki SIM akan ketahuan dengan teknologi.
“Termasuk misalnya pengendara mabuk itu tidak bisa dideteksi melalui cctv. Jadi menurut saya dalam penegakan hukum ini memadukan dua instrumen, yakni ETLE dan Manual. Jadi menurut saya ini yang harus dilakukan,” katanya.
Ditiadakannya tilang manual sendiri karena instruksi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Purnomo, guna menghindari pungli. Menurut Nurhasan, perintah itu tetap harus dijalankan semaksimal mungkin, sesuai dengan perkembangan teknologi yang bisa diadopsi.
“Ke depan kalau ada cctv yang bisa meng-capture wajah seseorang, kemudian hasil capture ini bisa dicek ke Satpas apakah orang ini punya SIM atau tidak. Termasuk juga kendaraan yang ter-capture yang bisa dilihat di Regident terdaftar atau tidak, sudah bayar pajak atau tidak? Jadi selama teknologinya belum ada sampai ke situ, ya kita tidak bisa tidak harus ada perpaduan dengan peranan teknologi dan peranan Polantas,” sebut Nurhasan.
Nurhasan menjelaskan bahwa peran polisi lalu lintas di jalan masih tidak bisa digantikan. Ada pelanggaran-pelanggaran tertentu yang harus ada penanganan petugas kepolisian langsung.
Jadi Gakkum ini pada Prinsipnya membangun kepatuhan masyarakat dalam berlalu lintas. Dengan patuh itu supaya keteraturan di jalan bisa terjamin, untuk itu peranan teknologi dan polantas itu sungguh-sungguh harus diintensifkan.
“Polisi juga tidak bisa tergantung pada dirinya, tetapi ada peran masyarakat, bagaimana membentuk kelompok masyarakat yang menjadi model di dalam berlalu lintas yang tertib dan mengembangkan budaya tertib lalu lintas,” katanya.
“Harapannya baik teknologi maupun manual polantas bisa menciptakan kesadaran berlalu lintas, budaya tertib lalu lintas sudah tertanam. Sehingga melanggar itu sudah dirinya sendiri yang menyalahkan, bukan karena ada polisi atau masyarakat yang menegur,” tuntas Nurhasan.