Motor sport ramah lingkungan itu sudah melewati pengujian hingga dua kali di Sirkuit Sentul, demi mendapatkan performa terbaik, dan handling yang sesuai. Seperti yang disampaikan Kepala Pusat Studi Kendaraan Motor Listrik Universitas BL, Sujono.
Pengujian dilakukan selama 10 putaran, menurutnya berkat ubahan kaki-kaki, knerjanya menjadi lebih maksimal, dari uji coba pertama. “Kecepatannya menjadi 135 per jam, dari sebelumnya hanya 100 km per jam,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Bicara soal biaya, Ketua Badan Pengurus Harian, Yayasan Universitas Budi Luhur, Kasih Hanggoro mengatakan, pengembangan motor listrik memakan Rp400 jutaan. Berbeda dengan mobil Blits yang nominalnya hingga miliaran rupiah.
Lantas apa tujuan akhir dari pembuatan kendaraan listrik tersebut?
Lebih lanjut Kasih Hanggoro menjelaskan, biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan mobil, atau motor listrik murni dari yayasan tidak ada perusahaan dari luar. Dan tujuan tempat pendidikan bukan sebagai manufaktur, tapi hanya riset.
Menurutnya, fungsi utama sebuah unversitas adalah menjadi tempat riset bagi sebuah produk masa depan. Lain halnya jika ada investor tertarik untuk melakukan produksi kendaraan iistrik buatan Budi Luhur untuk dijual komersial.
“Jadi kalau ditanya mau dikomesialkan enggak? Nunggu ada investor yang mau. Kalau di kampus, nanti kita pecah antara mau jadi pedagang atau mau risetnya. Kalau mau hubungannya kita riset, ada investor jalan,” ujarnya saat ditemui di Budi Luhur, Senin 10 Mei 2021.