100kpj – Bagi konsumen yang ingin membeli kendaraan namun belum punya cukup uang, transaksi melalui skema kredit kerap dijadikan pilihan. Namun, tanpa disadari, ternyata membeli mobil dengan cara tersebut dianggap ‘jebakan’, lantaran sangat merugikan pihak pembeli.
Pakar dan Inspirator Investasi, Ryan Filbert mengatakan, konsumen mobil yang melakukan transaksi dengan cara kredit, tanpa disadari, telah dikelabui angka. Nominal kecil sebenarnya hanya manipulasi yang menjebak para pembeli. Seakan-akan kita mampu menebusnya, padahal sejatinya tidak.
Baca juga: Intip Pesangon Pegawai Gojek yang Dipecat
“Kalau secara cash tak mampu, sebenarnya orang itu sudah tak layak membeli mobil. Namun ketika mereka tak mampu membeli suatu barang secara kontan, tapi ada pilihan parsial (menyicil), di situlah kehidupan moderen menjerat. Kita dibuat seakan-akan mampu, padahal tidak,” tuturnya, dikutip dari saluran Youtube RF Channel, Rabu 24 Juni 2020.
Ia mengatakan, berhutang atau membeli sesuatu dengan cara kredit, sebenarnya tak masalah. Asalkan memang digunakan untuk keperluan yang penting, bukan yang bersifat tersier seperti halnya mobil.
“Itu jebakan. Tapi saya tidak mengatakan berhutang itu salah. Yang salah adalah yang menggunakan hutang dengan pemikiran yang keliru. Saya tak pernah menyalahkan metode, yang saya salahkan adalah diri kita sendiri,” terang Filbert.
“Mobil memang perlu untuk menunjang mobilitas, tapi pertanyaannya: apakah Anda memang benar-benar membutuhkannya?” sambungnya.
Gaji yang pantas untuk kredit
Meski Filbert mengatakan kredit mobil bukan keputusan yang tepat, namun jika kalian benar-benar ingin melakukannya, maka ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi. Yakni, kata dia, gaji bulanan harus tiga kali lebih besar dari nominal angsuran yang mesti dibayarkan.
“Cuman masalahnya, nyicilnya berapa lama dan berapa besar? Itu kan tergantung besaran produk atau barang yang mau kalian beli,” kata dia.
Maka dengan demikian, ambil contoh, jika suatu mobil bisa diangsur Rp2 juta per bulan, upah minimal kalian harus di kisaran Rp6 jutaan. Itu artinya, konsumen bergaji UMR hampir mustahil melakukannya.