100KPJ

Crazy Rich Tj Priok: Orang RI Hobi Mobil Mewah tapi Ogah Bayar Pajak

Share :

100kpj – Pada penghujung tahun lalu, Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta menyebut ada 1.100 mobil mewah yang teridentifikasi belum membayar pajak. Total potensi penerimaan pajak dari para pemilik mobil mewah itu diketahui mencapai Rp37 miliaran.

Angka tersebut tentu tak sedikit. Itulah mengapa, BPRD DKI melakukan upaya ‘jemput bola’ di beberapa perumahan elite Jakarta. Lantas bagi mereka yang terbukti bersalah, ada beberapa sanksi yang dikenakan. Mulai dari penyegelan mobil dengan menempelkan stiker, hingga kurungan penjara.

Maraknya pemilik mobil mewah yang enggan membayar pajak, rupanya mendapat sorotan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Syahroni yang biasa dijuluki Crazy Rich Tanjong Priok. Menurut dia, saat membeli mobil berbanderol mahal, seseorang mestinya sudah mengetahui konsekuensi mengenai pajaknya yang tinggi. Maka jika tak mampu, sebaiknya urungkan saja niat tersebut.

“Saya sudah memberikan imbauan sejak empat-lima tahun lalu. Jadi kalau elu berani beli mobil, ya harus mau bayar pajak,” ujar Syahroni saat hadir di acara bincang pagi TVOne, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Enggak Tega Dengarnya, NMAX Bekas Banjir Cuma Dihargai Semurah Ini

Ia juga menyebut, perilaku menunggak pajak merupakan upaya seseorang lari dari tanggung jawab. Sehingga, upaya jemput bola yang dilakukan BPRD DKI sudah dinilai tepat, supaya para pelanggar itu jera dan tak bisa lagi lari ke mana-mana.

“Saya mengapresiasinya, dan berharap berikutnya upaya jemput bola ini bisa dilakukan juga di daerah lainnya,” kata dia.

Senada dengan yang disampaikan Syahroni, pengamat perpajakan Yustinus Prastowo juga menyebut bahwa masih ada yang salah dengan mentalitas sebagian masyarakat di Indonesia. Kata dia, boleh jadi pemilik mobil mewah itu punya harta yang bertumpuk, tapi secara mentalitas cenderung masih miskin.

“Banyak orang Indonesia yang punya duit, tapi mentalitasnya tidak kaya. Padahal pajak daerah untuk progresif kan tidak tinggi, hanya naik 0,5 persen setiap kepemilikan berikutnya, jadi harusnya mereka mampu,” terangnya.

Fenomena tunggakan pajak yang melibatkan mobil-mobil mewah ini menjadi cerminan kita semua, bahwa masih banyak masyarakat Tanah Air yang lebih mengutamakan gaya tanpa memedulikan kewajibannya sebagai warga negara. Hal yang sama pun turut diungkapkan Yustinus.

“Sebenarnya ini (fenomena penunggakan pajak mobil di Indonesia) merupakan hal yang sudah umum terjadi. Makanya saya berharap ada upaya (dari pemerintah) untuk melakukan integrasi antara identitas (si pemilik mobil) dan sistem IT (pihak perpajakan),” tutupnya. (re2)

Baca juga: Ngerinya Orang Indonesia, Beli Motor Bukan Lagi Soal Fungsi dan Harga

Share :
Berita Terkait