100kpj – Demi mengurangi impor minyak bumi, tahun depan pemerintah Indonesia memperluas penggunaan bahan bakar yang terbuat dari capuran minyak kelapa sawit. Bahan bakar yang dimaksud itu adalah Biodiesel.
Saat ini biodiesel yang tersebar di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) masih menganut B20, di mana 80 persen bahan bakar fosil dan 20 persennya minyak kelapa sawit. Tapi ke depan pemerintah akan menerapkan B30.
Agar meyakini masyarakat bahwa Biodiesel B30 aman, para produsen mobil pun terus melakukan uji coba bersama instansi terkait. Salah satu pabrikan mobil juga melibatkan perguran tinggi untuk meriset energi terbarukan lebih dalam lagi.
Seperti dilakukan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang menggandeng Universitas Gadjah Mada (UGM) tujuannya untuk melakukan riset soal bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati tersebut, dan mencari solusi terbaiknya.
Presiden Direktur TMMIN, Warih Andang Tjahjono mengatakan, industri Indoneesia dituntut untuk terus meningkatkan daya saing agar bisa memberikan kontribusi lebih. Salah satu kunci untuk mencapainya melakukan kemitraan erat dengan akademisi.
“Semoga beragam rset yang kami jalankan dengann UGM dapat mengawali hubungan yang lebih erat lagi dengan dunia pendidikan,” ujar Warih dalam keterangan resmi yang diterima 100kpj.com, Jumat 20 September 2019.
Kemitraan riset antara TMMIN dan UGM mencakup topik-topik yang menjadi perhatian industri seperti energi baru dan terbarukan, lingkungan hidup, produktivitas dan efisiensi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Nah untuk bidang energi baru dan terbarukan, peneliti UGM akan mengkaji teknologi dari pembuatan biodiesel kelapa sawit tersebut. Nantinya akan menghasilkan produk dengan kualitas tinggi dan harga yang lebih terjangkau.
Sementara dalam bidang lingkungan hidup, peneliti UGM akan mengkaji penggunaan tanaman kenaf yang memiliki nilai ekonomis untuk konservasi lahan gambut, serat kenaf ini juga merupakan serat organik yang memiliki beragam kegunaan.
Dalam bidang produktivitas dan efisiensi, peneliti UGM akan mengkaji upaya pembetukan ekosistem yang dapat mendukung inkubasi dan pertumbuhan Industri Menengah dan Kecil (IKM) dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Peneliti UGM juga akan mengembangkan kompetensi SDM berbasis industri dengan membangun robot industri berbasis kecerdasan buatan. Sejumlah riset tersebut akan berlangsung selama enam bulan dan hasilnya menjadi kajiah ilimiah dan didesiminasi ke industry-industri terkait.
Menurut Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal TMMIN Bob Azam, kedepannya persaingan akan terjadi bukan lagi antar perusahaan atau industri melainkan antar ekosistem. Oleh karena itulah ekosistem industri yang kompetitif harus terus menerus dibangun dengan meningkatkan kerjasama triple helix antara industri, akademisi, dan pemerintah.