100kpj – Kepala Staff Presiden Moeldoko menyebut insentif mobil hybrid bukan termasuk urgensi, alias tidak begitu penting. Mengingat teknologi ramah lingkungan itu masih mengandalkan mesin berbahan bakar.
Untuk mencapai netralitas karbon pada 2060 pemerintah seperti diketahui lebih gencar dengan kendaraan listrik murni. Sejumlah insentif, atau subsidi telah diberikan untuk menarik minat masyarakat.
Khusus mobil listrik berbasis baterai, pemerintah memberikan insentif berupa diskon PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10 persen, sehingga beban pajak yang ditanggung oleh konsumen hanya satu persen.
Namun keringanan PPN itu hanya bisa dinikmati bagi mobil listrik yang sudah diproduksi lokal dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) minimal 40 persen. Saat ini hanya ada beberapa model.
Mobil listrik yang sudah menikmati keringanan itu adalah Wuling Air ev, Binguo EV, Hyundai Ioniq 5, dan Chery Omoda E5. Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan kelonggaran bagi mobil listrik dengan status impor.
Mobil listrik CBU (Completely Built Up) juga diberikan insentif berupa bebas bea masuk, hingga PPnBM. Tapi hanya diperuntukkan dalam waktu yang ditentukan sebelum mobil listrik itu diproduksi di dalam negeri.
Ada beberapa brand yang berhak mendapatkan keringanan tersebut, diantaranya produk BYD, dan VinFas. Kedua merek pendatang baru itu untuk tahap awal memanfaatkan insentif CBU sebelum produknya diproduksi lokal.
Sementara bagi mobil hybrid sampai saat ini masih masih menjadi anak tiri, karena tidak ada subsidi khusus yang diberikan pemerintah. Keringanan pajaknya masih dalam bentuk seberapa rendah emisi yang dihasilkan.
Berbeda dengan negara lain, seperti halnya Thailand yang memberikan kemudahan bagi mobil-mobil hyrid. Maka tidak heran jika penjualan kendaraan dengan dua sumber penggerak itu sangat menjanjikan di negeri gajah putih.
Padahal di pasar Indonesia ada cukup banyak brand yang menawarkan teknologi hybrid, seperti halnya Toyota melalui Kijang Innova Zenix, Yaris Cross, Alphard, Vellfire, Corolla Cross, dan lain-lain.
Kemudian ada Mitsubishi Outlander PHEV yang sempat dijual Mitsubishi Motors di RI, lalu Nissan Kick e-Power, Wuling Almaz Hybrid, Honda CR-V e:HEV, dan masih banyak lagi, termasuk mild-hybrid layiknya Grand Vitara, dan Ertiga.
Mobil-mobil yang menggabungkan mesin berbahan bakar dengan motor listrik itu masih tergolong mahal, karena tidak ada insentif khusus. Lantas gimana proyeksi ke depan aturan soal teknologi tersebut?
“Belum ada update, kalau di peraturannya belum ada. Kita bicara instrumennya, aturan memang belum ada. Pemerintah baru ada Perpres 55, dan ada perubahan Perpres (Peraturan Presiden) dan Inpres (Intruksi Presiden) nomor 7,” ujar Moeldoko di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa 20 Februari 2024.
Bahkan menurut (Purn) Panglima TNI itu insentif untuk mobil hybrid bukan suatu kebutuhan yang mendeasak. Karena tujuan pemerintah bukan sekadar rendah emisi, namun menekan pemakaian bahan bakar minyak (BBM).
“Sebenarnya menurut saya tidak penting-penting amat, karena toh masih pakai bensin dan ditambah lagi itu akan menjadi beban untuk pengendara, karena kan ada bensin dan listrik,” tuturnya.
“Tapi dari sisi insentif yang close to ev yang kurang (penting). Lebih baik di EV aja, karena EV ada dua dampak, pertama lingkungan, kedua masalah besaran impor BBM kita yang besar,” sambungnya.