100KPJ

Bukan Cuma Nikel, Indonesia Juga Siap Bikin Baterai LFP Mobil Listrik

Share :

100kpj – Baterai menjadi jantung utama kendaraan listrik, komponen penyimpan daya seterum itu bisa dibuat dari beragam macam bahan utama. Diantaranya nikel, kobalt, litium, besi, katoda, grafit, karbon dan lain-lain.

Terkait jenis baterai yang umumnya digunakan pada kendaraan listrik saat ini, ada tiga jenis, dari nikel ada lithium-ion berbasis nikel, atau NMC (nikel mangan kobalt), dan besi adalah LFP (lithium ferrophosphate).

Mobil-mobil listrik yang beredar di China, dan masuk Indonesia saat ini sebagian besar pakai baterai LFP. Sebut saja Wuling Air ev, Binguo EV, MG ZS EV, MG 4 EV, dam lineup BYD seperti Dolphin, Seal, Atto 3.

Bahkan Tesla Model 3, dan Model Y yang diproduksi di Tiongkok pakai baterai LFP, meski sebagian tipe masih mengandalkan nikel seperti halnya Tesla Model S, Model X yang diproduksi di Amerika Serikat.

Mengingat cadangan nikel Indonesia terbesar di dunia, maka bahan baku tersebut digencarkan untuk pembuatan baterai kendaraan listrik, dan menarik sejumlah investor menancapkan bisnisnya di Tanah Air.

Adapun nikel dan LFP belakang ini menjadi bahan perbincangan, lantaran mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong menyebut bahwa nikel di Indonesia yang terlalu banyak akan menjadi senjata makan tuan.

“Harga nikel global di seluruh dunia sudah turun kurang lebih 30 persen dalam 12 bulan terakhir, dan diprediksi tahun depan ada surplus stok nikel di dunia yang terbesar sepanjang sejarah,” ujarnya.

Banyaknya cadangan nikel di Indoensia menurutnya akan membawa malapetaka jika tidak disalurkan dengan benar, terlebih sejumlah pabrikan kendaraan sudah beralih menggunakan bahan besi untuk baterainya.

“Jadi dengan begitu gencarnya pembangunan smelter di Indonesia, kita membanjiri dunia dengan nikel, harga jatuh terjadi kondisi oversupply,” kata co-captain Tim Nasional Pemenangan Anies-Cak Imin.

Namun pernyataan itu ditepis oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya harga nikel dunia selama 10 tahun terakhir 15 ribuan dollar Amerika, dan sekarang 12 ribuan dollar.

“Tom harus mengerti kalau harga nikel terlalu tinggi sangat berbahaya, kita belajar dari kasus cobalt 3 tahun lalu harganya begitu tinggi orang akhirnya mencari bentuk baterai lain, salah satu lahirnya lithium feeroposhphate itu,” ujar Luhut dikutip dari Instagram resminya, Kamis 25 Januari 2024.

Lebih lanjut Luhut menyebut jika harga nikel dibuat terlalu tinggi akan memaksa orang mencari alternative lain untuk mengembangkan baterai, tanpa kandungan bahan baku tersebut karena teknologi terus berkembang.

“Oleh karena itu kita cari keseimbangan benar supaya betul-betul barang kita itu masih dibutuhkan sampai beberapa belasan tahun yang akan datang, kita enggak tahu sampai berapa tahun,” tuturnya.

Namun LFP punya kelemahan, yaitu tidak ramah lingkungan karena proses daur ulangnya belum ada sampai saat ini. Berbeda dengan baterai lithium-ion berbasis nikel yang sudah bisa didaur ulang, atau dimanfaatkan kembali limbahnya.  

“Tapi ingat lithium itu baterai bisa recycling sedangkan LFP tidak bisa recycling sampai hari ini.  Tapi sekali lagi teknologi itu terus berkembang,” tukasnya.

Meski begitu, Indonesia bukan hanya membuat baterai dari basis nikel, karena LFP juga ikut dikembangkan. “Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan Tiongkok, tadi lithium baterai juga kita kembangkan dengan yang lain-lain,” sambung Luhut.

Share :
Berita Terkait