100kpj - PT Pertamina Persero sampai saat ini masih menawarkan bahan bakar minyak, atau BBM bersubsidi, untuk mesin bensin ada Pertalite dengan RON 90, dan mesin diesel ada biosolar.
Kedua BBM tersebut menjadi yang paling murah dibandingkan jenis lain, seperti Pertadex, dan keluarga Pertamax. Soal harga, sejak Februari 2023 banderol Pertalite masih bertahan di Rp10 ribu per liter, dari sebelumnya Rp7.650 per liter.
Mengingat penggunaan BBM subsidi itu dinilai tidak tepat sasaran, Pertamina mulai membatasi pengisian Pertalite, dan mencatat pelat nomor kendaraan, terutama mobil saat melakukan pengisian bahan bakar tersebut di SPBU.
Setelah membatasi penggunaan Pertalite, kini pemerintah terus berusaha menyediakan BBM yang lebih berkualitas, agar menekan emisi gas buang dari kendaraan bermotor, dan mencari alternatif lain.
Salah satunya mencampur minyak fosil dengan sari tanaman, atau etanol. Selain lebih ramah lingkungan, penggunaan bioetanol dapat mengurangi penggunaan minyak fosil sebagai bahan dasarnya, yang sudah diterapkan Pertamina melalui Pertamax Green 95.
Untuk memuluskan rencana tersebut, Direktur Utama Pertama Nicke Widyawati, meminta dukungan dari sejumlah stakeholder agar membebaskan pajak cukai etanol, yang nantinya sebagai bahan dasar BBM jenis baru pengganti Pertalite di tahun depan.
"Satu hal, hari ini kenapa kita belum berpikir profit, tentang profitability karena adanya penerapan bea cukai Rp20 ribu ini yang diterapkan, karena ini (etanol) masih dianggap bagian dari alkohol, yang kena bea cukainya Rp20 ribu," ujar Nicke dikutip Viva.co.id Bisnis, Rabu 30 Agustus 2023.
Pembebasan pajak cukai tersebut untuk melancarkan pembuatan Pertamax Green 92 di tahun depan sebagai pengganti Pertalite (RON 90), atau Pertamax Green 95 yang sudah dirilis beberapa waktu lalu di sejumlah SPBU di Jakarta, dan Surabaya.
"Karena ini (etanol) tidak digunakan untuk minuman keras tapi digunakan untuk energi. Tentu kami memohon dukungan juga dari komisi VII DPR untuk kita mendapatkan pembebasan cukai supaya ini bisa kita dorong karena manfaatnya juga sangat besar," tuturnya.
Karena ketersediaan etanol di dalam negeri masih terbatas, maka permentasi dari tumbuhan itu dibutukan lebih cepat salah satunya dengan cara impor terlebih dahulu, karena dibutuhkan banyak untuk campuran bahan bakar.
Nicke melanjutkan, untuk pencampuran bensin itu pemerintah juga telah mendorong dengan mengalokasikan lahan seluas 700 ribu hektar untuk budi daya tumbuhan tebu sebagai sumber etanol. Dengan begitu ada tambahan 1,2 juta kiloliter untuk campuran bensin tersebut.
"Ini semua tentu kami perlu support dari pemerintah, yang pertama satu pembebasan bea cukai, kedua sampai dengan investasi dari bioetanol ini terjadi di dalam negeri maka kita harus impor dulu," katanya.
BBM bioetanol itu merupakan salah satu cara untuk menekan penggunaan minyak fosil, yaitu mencampurkan senyawa tumbuhan. Di mana tahap awal Pertamax Green 95 menggunakan 5 persen sari tebu.
Pertamax Green 95 dibanderol Rp13.500 per liter, artinya lebih mahal dari Pertamax RON 92 atau non bioetanol yang saat ini Rp12.400 per liter, atau lebih murah dari Pertama Turbo RON 98 Rp14.000 per liter.