100kpj – Kemacetan menjadi masalah utama di sejumlah negara, terutama di kota-kota besar seperti halnya di Jakarta. Berbagai cara sudah dilakukan pemerintah setempat demi mengurai jumlah kendaraan yang melintas.
Sebelum ganjil-genap, ada aturan di mana satu mobil perlu mengangkut 3 penumpang pada jam tertentu di jalan protokol, atau lebih dikenal 3 in 1.
Pemerintah juga terus memperbaiki transportasi umum untuk mempermudah akses warga berpindah tempat, tanpa perlu menggunakan kendaraan pribadi.
Bahkan baru-baru ini, cara untuk mengatasai kemacetan adalah membebani pengguna kendaraan pribadi dengan melakukan pembayaran secara elektronik saat melewati jalan-jalan tertentu.
Jalan berbayar yang akan berlaku di 25 ruas jalan Ibu Kota tersebut diberi nama ERP (Electronic Road Pricing) serupa dengan Singapura. Seperti diketahui penyebab kemacetan ada beberapa, hal utama infrastruktur,
Jalanan yang tidak memadai membuat kendaraan menumpuk di suatu titik, mengingat jumlah pemilik mobil pribadi, atau motor setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
Terlebih saat ini tidak ada lagi peraturan kerja dari rumah, ataupun sekolah secara daring, semua dilakukan tatap muka, atau sama seperti kondisi normal sebelum pandemi covid-19.
Berdasarkan data Ditlantas Polda Metro Jaya, selama 2022 tercatat ada 22 juta kendaraan yang bergerak di dalam Ibu Kota dengan asumsi jumlah penduduk 10,7 juta orang.
Akibat kemacetan tersebut, pengguna kendaraan diperkirakan mengalami kerugian waktu tempuh 30 menit dalam perjalanannya, dan negara dirugikan lebih dari Rp70 triliun.
Dirlantas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Latif Usman mengatakan, kemacetan yang terjadi di Jakarta kembali normal seperti sebelum pandemi covid-19. Data itu didapat bersadasarkan persentase indek kemacetan.
“Pada 2019, Jakarta indeks kemacetannya sudah di angka 53 persen. Kalau sudah di angka 50 persen itu sangat mengkhawatirkan, apalagi angka 40 persen, berarti sudah tidak nyaman,” ujar Kombes Pol Latif dikutip dari laman korlantas.polri, Rabu 25 Januari 2023.
Berkaca dari persentase tersebut, artinya setengah dari jalanan di Ibu Kota mengalami macet, mulai dari Barat, Utara, Timur, hingga Selatan.
Memasuki pandemi awal pada 2020, saat kegiatan warga di luar rumah dibatasi, indek kemacetan di Ibu Kota hanya 36 persen, lalu pada 2021 kembali turun menjadi 34 persen, dan kuartal pertama 2022 kembali meningkat hampir 48 persen.
“Tahun 2017 kita pernah menempati peringkat kemacetan rangking 4 dunia. Kemarin 2021, kita rangkin 46 karena pandemic, dan 2022 ini perkiraan saya sudah 50 persen ke atas (salah satu kota termacet di dunia,” tutur Latif.