100KPJ

Terlalu Diskriminatif, Hanya Mobil Listrik Murni yang Kebal Ganjil Genap

Share :

100kpj – Untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan ganjil genap, atau membatasi jumlah mobil di beberapa ruas jalan, berdasarkan angka pelat nomor di bagian belakang, sesuai tanggal.

Namun aturan ganjil genap tidak berlaku untuk 13 kendaraan tertentu, salah satunya mobil listrik berbasis baterai. Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2019 tantang Ganjil Genap.

Aturan tersebut dibentuk saat masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Padahal ganjil genap dibuat untuk mengurai kemacetan, karena banyaknya populasi mobil yang tidak sesuai dengan infrastuktur.

Artinya bukan sebagai upaya menekan emisi karbon yang dihasilkan mesin pembakaran, namun hanya bentuk dukungan pemerintah setempat untuk percepatan kendaraan listrik. Namun hal itu dinilai terlalu diskriminatif.

Staff Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, mobil listrik mendapatkan banyak isentif sesuai Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019, misalnya pajak, dan berbasis fiskal.  

Mantan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian itu juga menyebut, kendaraan listrik juga mendapatkan perhatian khusus, yaitu kebal aturan ganjil genap.

“Cuma sayangnya yang berbasis listrik ini masih sangat diskriminasi, hanya yang full listrik yang boleh masuk ganjil genap,” ujar I Gusti Putu dalam seminar bersama bersama Institut Teknologi Bandung (ITB), dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) secara virtual, Kamis 1 Desember 2022. 

Menurutnya, kendaraan elektrifikasi lainnya diberikan keuntungan serupa agar tidak ada perbedaan yang mencolok antara mobil pelahap seterum berbasis baterai, atau hybrid yang menggabungkan mesin pembakaran.

“Harusnya kendaraan-kendaraan elektrifikasi, seperti hybrid, plug-in hybrid itu juga diberikan isentif non fiskal juga. Sehingga untuk beberapa daerah di Indonesia bisa menggerakan isentif non fiskal di daerah-daerah,” tuturnya.

Padahal PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) untuk mobil hybrid lebih mahal, karena diukur berdasarkan emisi karbon yang dihasilkan mengingat masih mengandalkan mesin pembakaran.

Berbeda dengan mobil listrik berbasis baterai, karena tidak memiliki emisi gas buang makan diberikan keistimewaan seperti pajak nol persen, bebas bea balik nama, dan lain-lain.

Share :
Berita Terkait