100KPJ

Beli Mobil Listrik Tidak Membantu Mengurangi Emisi Seutuhnya, Kok Bisa?

Share :

100kpj – Kendaraan listrik dianggap menjadi salah satu solusi, menekan emisi karbon yang selama ini dihasilkan mesin pembakaran. Semua brand mobil di dunia berlomba-lomba membuat produk listrik berbasis baterai.

Di Indonesia ada beberapa produsen, dan importir umum yang menjual mobil listrik murni. Sebagian masih impor seperti Toyota bZ4X, Mini Cooper SE, Lexus UX-300e, Tesla, DFSK Gelora E, dan beberapa model lain.

Sedangkan yang dibuat di dalam negeri, hanya Hyundai Ioniq 5, dan Wuling Air ev. Namun kehadiran mobil listrik bukan seutuhnya mengurangi emisi, banyak hal yang membuatnya tidak 100 persen ramah lingkungan.

Salah satunya sumber pembangkit listrik di Indonesia sebagian besar masih mengandalkan batu bara, di mana terdapat emisi ketika mobil-mobil tersebut melakukan pengisian baterai. 

Belum lagi limbah baterai, dan komponen lain yang menimbulkan emisi ketika proses produksi. Artinya masih ada beberapa pekerjaan rumah untuk mencapai net zero emission pada 2060 seperti arahan pemerintah.

“Kita semua dituntut menuju net zero emission, seolah-olah yang paling bersih itu kendaraan listrik,” ujar Staff Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, I Gusti Putu Suryawirawan saat seminar bersama Institut Teknologi Bandung (ITB), dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) secara virtual, Kamis 1 Desember 2022. 

Menurutnya hal yang perlu diperhatikan ketika menghasilkan kendaraan listrik berbasis baterai itu berapa jumlah emisi yang sudah dikeluarkan dalam menciptakan satu unit. Maka perguruan tinggi perlu melakukan kajian.

“Saya belum lihat dari ITB ada kajian, satu mobil listrik itu menghasilkan emisi berapa? Apakah selama beroperasi 7-10 tahun itu bisa menggantikan emisi yang sudah dikeluarkan untuk menghasilkan satu mobil,” tuturnya.

Lebih lanjut Gusti menjelaskan, perguruan tinggi dan industri otomotif perlu memerhatikan beberapa faktor tersebut. Agar permasalahan emisi karbon, atau per gram CO2 untuk berapa kilometer dan hal lainnya bisa terjawab.

“Ini semua menjadi satu tantangan kita bersama, bahwa yang kita tuju lingkungan yang bersih, yang kita tuju net zeronya saja. Jadi bukan sekadar biar bersih beli mobil listrik saja, belum tentu itu membayar dari emisi yang dihasilkan,” katanya.

Mantan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian itu berharap agar Toyota, dan ITB bekerjasama untuk membuat kajian.

Share :
Berita Terkait