100KPJ

Operasi Militer Rusia Bikin Pabrik Mobil Tepok Jidat

Share :

100kpj – Industri otomotif selama beberapa tahun belakangan ini sedang mendapat banyak cobaan. Dimulai dari dua tahun lalu, saat pandemi yang melanda Wuhan di China menyebar ke seluruh dunia. Efeknya membuat banyak orang terjangkit virus, sehingga mengguncang perekonomian negara.

Angka penjualan mobil turun hingga 50 persen, membuat produsen berusaha meminimalkan dampak dengan berbagai cara. Seperti tidak menghadirkan model baru untuk sementara, sampai harus merumahkan sebagian karyawan sampai kondisi kembali pulih.

Saat kondisi berangsur membaik, pandemi ternyata membawa masalah baru yakni langkanya komponen semikonduktor yang digunakan di banyak perangkat elektronik. Akibat naiknya permintaan akan gawai, pasokan komponen tersebut ke pabrikan mobil jadi berkurang.

Krisis komponen sampai saat ini masih terus berlangsung, dan perusahaan pembuat kendaraan berupaya mengatasinya dengan memprioritaskan mana model yang terlebih dahulu dirakit. Sebuah pilihan yang sulit, mengingat permintaan akan mobil mulai kembali naik mendekati titik sebelum pandemi.

Belum lama ini, invasi Rusia ke Ukraina memberi masalah baru pada produsen otomotif. Pasokan komponen seperti kabel, gas neon dan palladium dari dua negara itu menjadi terganggu dan berdampak pada tersendatnya proses perakitan kendaraan di banyak negara.

Ukraina menjadi salah satu penyedia terbesar untuk gas neon, yang digunakan dalam pembuatan semikonduktor. Negara tersebut menyumbang 70 persen dari seluruh pasokan gas tersebut di dunia.

Sementara, Rusia adalah negara yang jadi andalan para pabrikan mobil karena menjadi penyedia logam palladium, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan catalytic converter di knalpot.

Dilansir dari laman Carscoops, Kamis 10 Maret 2022, kini muncul permasalahan lain yakni naiknya harga nikel yang dipakai sebagai bahan dasar baterai mobil listrik. Rusia menjadi salah satu pemasok logam tersebut dengan kualitas yang tinggi, sehingga adanya operasi militer membuat suplai jadi terganggu.

Akibatnya, di bursa perdagangan nikel saat ini mengalami kenaikan harga lebih dari dua kali lipat, yakni menjadi US$100 ribu atau setara Rp1,4 miliar per ton untuk kontrak selama tiga bulan ke depan.

Share :
Berita Terkait