“Tesla bisa jadi mendapatkan harga nikel yang lebih murah, tapi kalau nilai sahamnya turun maka kerugian besar bagi Tesla. Kata orang Minang, Tesla kalah membeli, tapi menang memakai,” tuturnya.
Sebaliknya, hal yang sama juga berlaku untuk BHP. Apa yang terjadi kalau BHP menjual nikel kepada perusahaan yang tidak peduli dengan lingkungan. Nilai saham BHP bisa turun. Inilah fenomena ke depan yang harus dihadapi perusahaan dunia yang sudah go public.
“Mereka harus peduli dengan lingkungan kalau tidak ingin ditinggal investor,” terangnya.
Keempat, kata dia, adanya usaha yang sungguh-sungguh dari Pemerintah Australia membantu perusahaan tambang mereka untuk berpartisipasi dalam mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim. Mereka menyadari, dalam jangka pendek, akan ada biaya lebih yang harus dikeluarkan penambang ramah lingkungan.
“Tapi pemerintah hadir lewat insentif fiskal yang bisa meringankan beban perusahaan tersebut. Inilah kunci membangun dunia usaha yang berkelanjutan dan handal. Tidak dipaksa melalui jalan sulit dengan peta jalan yang buram,” urainya.
Meski begitu, Arcandra mengingatkan, analisis tersebut hanya sekadar dugaan, alias belum tentu sepenuhnya benar. Namun, satu yang pasti, Tesla—yang dicitrakan sebagai perusahaan ramah lingkungan—hanya melihat peluang bisnis di sektor yang sejalan dengan visi mereka.
“Paling tidak, bukan sebagai faktor penentu investor berinvestasi di sana. Investor lebih punya ketertarikan terhadap perusahaan dan peluang bisnis yang ramah lingkungan.”