100kpj – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) resmi memperpanjang relaksasi penjualan atas barang mewah atau PPnBM 100 persen untuk pembelian mobil baru. Keputusan tersebut dibuat untuk mengembalikan daya beli konsumen yang belakangan sedang melemah.
Sebelumnya, PPnBM 100 persen untuk mobil baru bermesin 1.500cc ke bawah berakhir pada Mei lalu, kemudian diganti 50 persen sejak Juni. Namun, secara mengejutkan, pemerintah justru mengulur masa diskon.
Baca juga: Asyik! Diskon PPnBM 100 Persen Akhirnya Diperpanjang hingga Agustus
Pengamat otomotif senior sekaligus pengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Pasaribu mengatakan, sebenarnya niat dan tujuan pemerintah mengambil keputusan tersebut baik. Sebab, jika transaksi mobil baru meningkat, ada sektor lain yang turut terdampak.
“Impact utama yang ditargetkan pemerintah sebetulnya kepada harapan terjadinya peningkatan konsumsi masyarakat yang mampu memutar rantai ekonomi terkait lainnya. Jadi ada multiplier effect,” ujar Yannes kepada 100KPJ, Senin 14 Juni 2021.
Bukan hanya itu, Yannes menilai, perpanjangan diskon di triwulan kedua tersebut juga bisa menjadi tolak ukur atau parameter pemerintah dalam melihat kondisi perekonomian Indonesia—apakah benar-benar sudah pulih, atau justru sebaliknya?
“Dengan dilakukannya kebijakan perpanjangan PPnBM pada triwulan kedua ini, baik pemerintah maupun pelaku industri bisa mendapatkan pola pasar yang lebih lengkap dan presisi.”
“Sehingga, dapat dipastikan, apakah betul ekonomi masyarakat sudah mulai membaik atau belum, dan sejauh apa kebijakan pertama mampu menghasilkan efek ekonomi lanjutan sesuai dengan harapan,” urainya panjang lebar.
Efek Buruk Perpanjangan PPnBM 100 Persen
Lebih jauh, Yannes menambahkan, perpanjangan PPnBM 100 persen sejatinya bagai pisau bermata dua. Sebab, meski ekonomi mungkin akan meningkat, namun ada satu efek berbahaya, yakni penambahan populasi mobil besar-besaran.
Selain diyakini bakal membuat macet jalan raya, permintaan kendaraan yang tinggi tersebut juga melanggar esensi pengetatan PSBB atau lockdown berskala mikro. Sebab, dengan bertambahnya jumlah kendaraan, semakin sering orang bepergian ke luar rumah.
“Jika efek ini terbukti berhasil, maka di samping perekonomian tumbuh kembali, maka jelas jumlah kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya akan semakin banyak (macet). Selain itu, pengetatan semacam PSBB atau lockdown skala mikro semakin berkurang (kendor),” kata dia.